Indonesia Harus Menjadi Negara Pencipta Teknologi Penstabil Volume Air Laut


MenaraToday.Com - Malang 

Kontestasi percaturan global di era digital mendorong setiap Negara untuk menciptakan produk teknologi guna mempermudah aktivitas sendi-sendi kehidupan. Karenanya lupa dan abai terhadap dampaknya pada pemanasan global secara langsung pada peningkatan volume air laut. Olehnya Indonesia harus menciptakan teknologi tersebut.

Di era pembangunan berkelanjutan yang diirngi dengan perkembangan teknologi mendorong setiap Negara menggencarkan pembangunan pada seluruh sendi-sendi kehidupan. Dimana paradigma pembangunan termutakhir secara global adalah suistanable development goals (pembangunan berkelanjutan), selain di peruntukkan memetik kesejehteraan sosial, pembangunan ini juga menjadi pedoman dalam merawat dunia. Akan tetapi, setiap Negara terlalu asyik melakukan pembangunan dan saling berlomba untuk menunjukkan eksistensinya sehingga lupa dengan kondisi global yang kian memanas dan memberikan pengaruh signifikan terhadap peningkatan volume air laut. Implikasinya adalah keterpurukan dan konsekuensinya tidak bisa ditahan. 

Menurut hemat penulis kenaikan permukaan laut merupakan salah satu permasalahan global paling serius yang sedang dihadapi manusia saat ini. Pengamatan terhadap kenaikan permukaan laut telah dilakukan sejak abad ke-19, yaitu melalui pengamatan terhadap perubahan rata-rata temperatur global. 

Perubahan temperatur global ditunjukkan dengan meningkatnya suhu rata-rata hingga 0,74˚C pada tahun 1906 hingga tahun 2005. Perubahan temperature global (global warming) disebabkan dari berbagai kebijakan antar Negara yang saling berpacu untuk meningkatkan pembangunannya. Penulis ambil contoh sederhana saja, pada tahun 2010 Autoward.com melaporkan jumlah mobil didunia telah mencapai lebih dari satu miliar unit yang setiap unitnya pasti mengeluarkan karbon monoksida nan akan menapaktilasi atmosfer (belum lagi sepeda motor, kereta api, pesawat umum/tempur, kapal laut/tempur, boat dll), pembangunan industri yang berkelanjutan yang akan megeluarkan gas metana dan karbon dioksida serta karbon monoksida, cloro floro carbon yang semakin bertambah dari penggunaan AC setiap ruangan (elite), jumlah hutan yang semakin berkurang, ledakan penduduk yang drastis dengan demikian akan meningkatkan pembangunan rumah dan pemakaian listrik dan lain sebagainya. 

Keadaan ini tentu tidak bisa dibendung namun tidak pula bisa dibiarkan begitu saja, harus ada kebijakan atau teknologi terobosan baru yang bisa mengurangi dampaknya demi kemaslahatan umat dunia. 

Berdasarkan laporan yang dipaparkan oleh Intergovermental Panel On Climate Change (IPCC) memperlihatkan daya serap panas laut meningkat 40% lebih cepat dari perkiraan sebelumnya. Apabila melihat penelitian umum sejak tahun 1950-an, setidaknya penyerapan panas oleh laut masih stabil dengan angka 10 kali lebih banyak energi setiap tahunnya. Benar bahwa, pemanasan global yang terjadi masih mampu di minimalisir lautan. Seperti pernyataan Malin Pinsky seorang Profesor di departemen ekologi, evolusi dan sumber daya alam di Rutgers University pada The New York Times bahwa “Faktanya, lautan telah menyelamatkan kita dari pemanasan besar saat ini”. Lalu pertanyaanya adalah hingga sampai kapan lautan tahan?
Sejatinya peningkatan suhu permukaan global memiliki implikasi mencairnya es di kutub utara dan selatan bumi, konsekuensinya adalah kenaikan permukaan air laut. Proyeksi yang diperoleh dari IPCC sebelumnya dalam rentang tahun 1999-2100 akan terjadi kenaikan permukaan air laut sekitar 1,4-5,8 meter. Namun kembali pada laporan diatas, bahwa percepatan daya serap panas air laut semakin meningkat dan tidak sesuai perkiraan sebelumnya. Artinya kenaikan permukaan air laut bisa jadi sebelum 2100 akan mencapai 6 meter. “Pemanasan laut merupakan indikator perubahan iklim yang sangat penting. Laut, dalam banyak hal, merupakan termometer terbaik yang di miliki planet ini”, ungkap seorang peneliti iklim dari University of California Berkeley, Zeke Hausfather. Oleh sebab itu, laut harus dijaga dan di rawat sebaik-baiknya.

Selain itu, kondisi ini tentu berakibat pada kelangsungan kehidupan manusia di bumi. Kenaikan permukaan laut berimplikasi pada munculnya berbagai potensi negatif terhadap kelangsungan kehidupan. Salah satunya potensi penurunan perekonomian akibat lahan yang tergenang; potensi terjadinya gejolak sosial akibat perekonomian yang menurun; potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil, bahkan tidak tertutup kemungkinan  seluruh daratan di bumi. 

Di Indonesia, penelitian dan proyeksi kenaikan permukaan laut pernah dilakukan di Banjarmasin. Proyeksi tersebut menggambarkan pada tahun 2010, 2050, dan 2100 terdapat gambaran tentang luas daratan hilang secara berurutan adalah 7408 km², 30120 km², dan 90260 km². Hal ini berimplikasi pada sektor perekonomian dan kehidupan sosial yang berkekuatan negatif. Analisis dampak negatif dari kenaikan muka laut pada sosial dan perekonomian menyebabkan beberapa kerugian, antara lain: Munculnya genangan air di wilayah perkotaan; terganggunya lalu lintas jalan raya; berkurangnya lahan-lahan produktif di sektor pertanian; terhentinya aktivitas-aktivitas industri dan bisnis diakibatkan kerusakan/ terganggunya infrastruktur-infrastruktur dan sebagainya. 

Berdasarkan potensi dampak negatif kenaikan permukaan laut terhadap kelangsungan kehidupan manusia, di era pembangunan berkelanjutan (SDGs) maka Indonesia perlu menggagas produk langsung dalam upaya pemecahan, pencegahan, serta penjagaan dampak negatif pemanasan global bidang kelautan yang memiliki potensi besar dalam menghancurkan daratan. 
Salah satu alternatifnya adalah dengan teknologi. Teknologi yang penulis gagas adalah Chi A Gian sebagai jawaban dari pemanasan global, efek rumah kaca dan efeknya terhadap es di kutub yang berpotensi menenggelamkan berbagai pulau, bahkan  tidak tertutup kemungkinan semua daratan di bumi ini.  
Pada dasarnya teknologi Chi A Gian masih berupa gagasan produk teknologi yang teridiri dari tiga kata, pertama Chi yang artinya energi, A artinya Al Mukhollis, dan Gian artinya Siagian, jadi Chi A Gian adalah energi Al Mukhollis Siagian yang diakumulasikan dari berbagai daya teknologi menjadi satu daya baru dalam pencegahan dan penyelesaian dampak negatif pemanasan global untuk menyelamatkan daratan di bumi. Teknologi ini adalah mesin penstabil keadaan es di kutub dan bisa digunakan untuk membekukan jika keadaannya harus dibekukan. Daya bekunya terbentuk dari akumulasi seluruh kekuatan mesin pendingin, dilengkapi dengan alat detektor kekuatan kedalaman dan jangkauan luas air laut, serta desainnya seperti kapal pada biasanya. Dengan begitu, kita bisa mengatur kekuatan yang harus digunakan untuk membekukan air laut dengan penyesuaian kedalaman dan luas jangkauan dalam besaran waktu tertentu. 

Tidaklah utopis menggagas teknologi dalam penjaga kestabilan kenaikan muka air laut. Terlebih dalam era teknologi seperti saat ini akan menjadi momentum yang sangat mendukung dan penulis tidak peduli teknologi apa yang akan di gagas oleh Indonesia, tapi yang pasti Indonesia harus menjadi Negara yang menciptakan tekbologi penstabil volume air laut. (***)

Penulis : Al Mukhollis Siagian (Mahasiswa UMM)
Lebih baru Lebih lama