MenaraToday.Com - Pandeglang :
Upaya proses pemulihan tanah yang tercemar agar kembali ke kondisi yang aman dan sehat (remediasi) di pulau popole, Desa Cigondang, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten, dari tumpahan batu bara usai adanya insiden terdamparnya tongkang pengangkut pada awal Desember 2024 lalu, yang dilakukan oleh PT Matabima Bersama Indonesia (MBI) masih terus diupayakan. Salah satunya, melalui cara alami untuk memulihkan lingkungan yang rusak akibat polusi (bioremediasi).
"Saat ini, PT MBI tengah melakukan remediasi lahan tanah popole dari serpihan dan bubuk batu bara kecil yang sulit dikerjakan melalui Proses separasi (pemisahan) antara batu bara dan koral pasir menggunakan semprotan air dan pemilahan manual dengan metode bioremediasi," demikian dikatakan Juswono Budisdtiawan, S.Si, M.Sc, Direktur PT MBI. Selasa (15/7/2025).
Lanjut Juwono, sebetulnya saat dalam pembersihan batu bara diawal hingga pada tahap tertentu setelah batu bara yang berhasil tergali, lalu disaring dan dipisahkan itu sudah terkumpul dan diangkut untuk dimusnahkan.
"Itu kan ada satu tahap dimana ukuran batu bara dan jumlahnya sudah sangat sedikit, karena sudah terangkut dan dimusnahkan, sehingga yang tersisa sekarang hanya serpihan halusnya saja, istilahnya kami ini seperti mencari jarum ditumpukan jerami, ya seperti itu lah kira-kira tugas kami sekarang," ungkapnya.
Meski sulit, lanjut Juwono, pihaknya tetap melakukan upaya pembersihan pulau popole dari sisa-sisa tumpahan batu bara tersebut dengan berbagai upaya.
"Bisa kita ambilin, tapi memang akan memerlukan waktu lama karena ukurannya yang sangat kecil dan menyatu dengan pasir, mau kita ayak pake saringan pun tetap akan sama, ini kan tidak bisa dibiarkan harus pakai cara lain," ujarnya.
Sambung Juwono, pihak PT MBI terus melakukan berbagai upaya agar persoalan ini bisa ditanggulangi. Salah satunya dengan cara bioremediasi.
"Nah berkaitan dengan hal itu kita punya tahap selanjutnya, supaya serpihan yang sangat halus ini bisa tertanggulangi, salah satunya dengan cara bioremediasi ini," ujarnya.
Masih kata Juwono, hal ini bukan indikasi bahwa pihaknya tidak mampu atau menghemat biaya, melainkan hanya sebagai opsi (pilihan) dalam proses pemilahan serpihan batu bara halus.
"Jadi sebetulnya karena batasan itulah maka kita tidak bisa hanya sekedar mengandalkan pemilahan dan pengambilan secara manual saja karena itu sudah tidak mampu lagi dilakukan, bukan juga karena semata-mata malas atau ngirit biaya ya," jelasnya.
Bioremediasi, Juwono menjelaskan, adalah proses alami dimana nanti serpihan halus batu bara yang sulit dipisahkan dari pasir ini akan melebur dengan sendirinya tanpa bantuan alat apapun.
"Proses bioremediasi secara umumnya itu bisa kita sebut dicerna oleh alam lah, mengalami proses menjadi natural lagi, nah prosesnya nanti dibantu oleh panas, benturan, proses kimiawi di alam, gesekan dan sebagainya, itu juga terdapat proses yang dilakukan oleh mikroba atau biota-biota kecil," sebutnya.
Juwono menyampaikan, bahwa proses bioremediasi ini terjadi secara biologis tanpa alat bantu apapun hanya membutuhkan jamur dan bakteri khusus.
"Bioremediasi ini adalah cara yang kita coba terapkan dalam menangani batu bara yang sudah kesulitan untuk kita seleksi secara manual, jadi memang prosesnya itu ditimbun, tetapi bukan sekedar ditimbun begitu saja, kurang lebih ada dua kategori mikrobia yang akan kita manfaatkan, yakni jamur likmin atau likuid dan bakteri. Likmin itu salah satu unsur dari kayu, likmin ini juga terdapat didalam batu bara, jenis jamur ini akan kami ambil dari popole jadi tidak mencari diluar pulau, nanti kita akan mencari di rawa-rawa atau kayu yang sudah membusuk yang memang ada di pulau popole," ucapnya.
Prosesnya sendiri, ungkap Juwono, batu bara yang halus maupun yang kasar akan dimasukan kedalam petakan yang sudah dibuat sebelumnya dengan diberi jamur dan bakteri tadi.
"Nanti kami bikin sebanyak 12 petak, dengan ukuran 1,5 x 1,5 meter dengan kedalaman kurang lebih 1 meter, dimana setiap 4 petak itu kita kasih batu bara yang dicampur jamur tadi, 4 petak kedua kita kasih bakteri dan 4 petak ketiga kita kasih bakteri dan jamur jadi satu. Melalui 12 kotak ini, kita bisa mengontrol jika dikasih jamur saja itu prosesnya seperti apa, jika dikasih bakteri aja seperti apa dan jika dikasih atau dicampur dua-duanya seperti apa," tandasnya.
Jadi secara teoritis, Juwono menjelaskan, batu bara ini bisa terurai, hanya saja didalam batu bara ada yang harus diwaspadai, yaitu Hidrokarbon Aromatik Polisiklik (PAH). Dan Inilah yang nanti bisa terurai oleh jamur, sehingga akan terpecah menjadi karbon O2 dan air, jika sudah terpecah tidak lagi berbahaya.
"Tetapi kalau dia masih berbentuk PAH maka itu berbahaya, satu senyawa dalam batu bara kalau sengaja atau kita kemakan dalam jumlah besar itu akan berdampak pada kesehatan, tapi dengan diberikan jamur-jamur jenis tertentu, maka secara teoritis PAH akan dipecah oleh jamur, dan diolah oleh bakteri," pungkasnya. (ILA)