MenaraToday.Com - Banten :
Terkait kasus yang tengah melilit Dinas Kesehatan Provinsi Banten saat ini, Pengamat kebijakan publik Banten Ojat Sudrajat mengaku miris dengan maraknya kasus korupsi di Pemprov Banten yang memiliki tagline Akhlakul Kharimah ini. Apalagi, di tengah euforia predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebanyak 5 kali.
“Menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten dan pemberian opini WTP untuk Pemprov Banten, proses penyelidikan ke penyidikan atas proyek pengadaan masker senilai Rp. 3,3 miliar yang kembali dilakukan oleh Kejati Banten,” sindir Ojat, Selasa (25/05/21).
Sebelumnya juga sudah mencuat dua kasus lain, yakni kasus Pengadaan Lahan Samsat Malingping milik Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) dan kasus Dana Hibah Ponpes Banten di Biro Kesra.
Ojat menilai, ada Opini WTP atas laporan keuangan Pemprov Banten Tahun Anggaran 2020 oleh BPK RI yang perlu dipertanyakan. Karena diduga ada “permainan” dalam pemberian predikat WTP tersebut menjelang berakhirnya masa jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
"Saya curiga, jangan-jangan sampling yang dipakai oleh BPK untuk memeriksa penyajian laporan keuangan ditujukan pada OPD-OPD tertentu yang diarahkan oleh Pemprov Banten agar mendapatkan predikat WTP,” kata Ojat.
Ojat menambahkan, bahwa benar, opini WTP hanya terfokus pada penyajian laporan keuangan Pemprov Banten. Akan tetapi hal tersebut juga harus disertai dengan adanya audit yang dilakukan oleh BPK, bahkan ada temuan yang dilakukan pada saat audit.
"Audit yang dilakukan oleh BPK untuk tahun anggaran 2020 misalnya, justru tidak dilakukan padahal yang disorot oleh para aktivis seperti DBH (Dana Bagi Hasil), Hibah ponpes, pengadaan lahan samsat, dan penanggulangan Covid 19 yang kerap dikritik dan dilaporkan kepada aparat penegak hukum oleh kalangan aktvis," ujarnya
Perlu diketahui, sebelumnya Kejaksaan Tinggi Banten membidik dan telah menetapkan 3 tersangka dalam kasus dugaan pengadaan masker senilai Rp. 3 Miliar lebih tahun anggaran 2020 pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten.
Dugaan sementara, ada kejanggalan dan aroma rasuah dalam pengadaan 15.000 pieces masker pada masa awal pandemi Covid-19 di Banten Mei tahun 2020 silam. Taksiran kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1,6 miliar. Demikian ungkap Kasi Penerangan Hukum Kejaksaan Tinggi Banten Ivan Siahaan Hebron, Selasa (25/05/21).
Dugaan korupsi pengadaan masker sendiri, lanjut Ivan, merupakan informasi dari berbagai pihak dan ditindaklanjuti oleh Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Banten.
“Tim Intel kita dan dari berbagai sumber lah,” ujarnya.
Sementara itu, menanggapi adanya dugaan korupsi tersebut, Gubernur Banten Wahidin Halim mengatakan, proyek pengadaan masker medis sudah menjadi tanggung jawab pihak ketiga atau swasta.
"Yang saya tahu, itu tanggung jawab pihak ketiga," kata WH
Menurut WH, saat ini Inspektorat Daerah sedang menangani kasus itu dan sedang proses pengembalian kelebihan pembayaran.
"Sedang ditangani Inspektorat, tinggal pengembaliannya," ujar WH.
Untuk sekadar mengingatkan, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten melalui Dinkes Provinsi banten menyiapkan anggaran Biaya Tak Terduga (BTT) sebesar Rp. 10 miliar dan corporate sosial responsibility (CSR) sebesar Rp. 8 miliar.
Anggaran BTT itu, menurut Kepala Dinkes Banten Ati Pramudji Hastuti kala itu, BTT digunakan untuk pengadaan sarana dan prasarana, seperti penambahan ruang isolasi di Rumah Sakit (RS) rujukan penanganan Covid-19, pengadaan sumber daya manusia untuk operasional ruang isolasi dan penyediaan epidemiologi.
Hingga berita dirilis belum ada konfirmasi dari Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti. (Ila)