Oleh : M.Nur Hidayat Manurung
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah wujud Demokrasi dan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Provinsi, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
Melalui UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pelaksanaan Pemilihan umum Presiden dan Wapres serta Pemilu
Anggota DPR, DPD dan DPRD yang dulunya terpisah sekarang dilaksanakan secara bersamaan (serentak), 17 April 2019 adalah
sejarah pertama dalam pemilu negara kesatuan Republik indonesia yang dilakukan secara serentak dan sekaligus Peristiwa Duka dalam sejarah pesta Demokrasi yang dimulai sejak tahun 1955 yang dimana pertama kali dilaksanakan di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pesta Demokrasi Atau Petaka Demokrasi?
Kalimat Pesta demokrasi pertama kali di sematkan oleh presiden Soeharto dalam rangka pemilihan umum di tahun 1982
dan masih populer hingga saat ini menjelang pemilu yang baru saja
usai pada tanggal 17 April 2019 yang menelan korban jiwa.
Dilansir oleh media CNN Indonesia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang bertindak sebagai penyelenggara pemilihan umum
mencatat jumlah petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang meninggal dunia pada Pemilu 2019 bertambah menjadi 144 orang dan 883 orang masih dalam keadaan sakit.
Melalui keterangan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Evi Novida Ginting Manik Rabu (24/4/2019) menyebutkan Penyelenggara pemilu dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus bertabayyun atas Peristiwa DUKA yang menelan korban jiwa serta bertakziah kepada keluarga korban yang ditinggalkan dalam Jihad pelaksaan pemilu serentak kali ini,
santunan hanya bentuk ganti rugi namun rakyat tak ingin kembali dirugikan.
Saya menilai, Pemilihan umum serentak pada 17 April 2019 mencatat banyak kekeliruan dalam sistem pelaksanaan dimulai dari Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang
hanya berjumlah 7 (tujuh) orang atau tidak berubah dari peraturan sebelumnya dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 3 tahun 2013, selanjutnya sistem penerimaan KPPS yang tidak sesuai persyaratan dengan adanya korban KPPS yang meninggal dunia disebabkan memiliki riwayat penyakit dan pelaksanaan
pemilu serentak yang dianggap pemilu borongan karena dilaksanakan sekaligus dalam waktu satu hari, Serta kebingungan
para petugas KPPS yang tidak memahami teknis kerja disebabkan tidak meratanya pelatihan atau bimbingan teknis terhadap anggota KPPS.
Beragam sebab jatuhnya korban Peristiwa duka 17 April 2019 karena kelelahan, kecelakaan, hingga riwayat penyakit.
Saat ini pemilihan umum masih dalam kondisi tidak stabil dengan banyaknya isu-isu yang berkembang ditengah-tengah masyarakat, dengan adanya dugaan-dugaan kecurangan dari salah satu calon
presiden hingga aksi saling klaim kemenangan oleh setiap calon
presiden yang berdampak kepada para masyarakat pendukung masing-masing capres yang di akibatkan karena tidak
Profesionalnya kerja dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), lambatnya update hasil Real Count C1 yang di publikasikan lewat website resmi KPU (https://pemilu2019.kpu.go.id)
Terhitung pada Sabtu (27/4/2019) masih sekitar 43% data yang di update, sejak tanggal (17/4/2019), pelaksanaan pemilu atau 10 hari kerja penghitungan suara
masih belum memberi titik terang atas isu-isu yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
Saya berharap kepada penyelenggara neraga baik pemerintah untuk tidak mengambil keputusan yang sifatnya tidak
berpihak pada kepentingan rakyat hingga mengakibatkan kerugian rakyat dan merupakan tugas penting untuk pemimpin
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya untuk menstabilkan kondisi sosial masyarakat serta menciptakan rasa
aman, nyaman dan rasa persaudaraan di tengah-tengah masyakat dengan tidak mengesampingkan rasa adil dan makmur untuk rakyat Indonesia. (***)