MenaraToday.Com – Labuhanbatu Utara :
Bupati
Labura Khairuddinsyah Sitorus melarang aktivitas pelaksanaan program Hutan
Tanaman Rakyat (HTR) yang berlokasi di Dusun Sei Dua Desa Air Hitam Kecamatan
Kualuh Leidong Kabupaten Labura.
Larangan
itu disampaikan Bupati Labura didampingi Ketua DPRD Labura Ali Tambunan saat meninjau
kelokasi areal kerja HTR yang sedang melakukan penandaan tata batas menggunakan
alat berat Beko. Selain Bupati dan Ketua DPRD, turut ikut oknum pengusaha
kelapa sawit yang mengalih fungsikan kawasan masuk dalam kawasan HTR.
Menurut
Bupati, aktivitas HTR tersebut telah meresahkan masyarakat sehingga diminta
untuk dihentikan. Selain itu juga mengingat bahwa pihaknya telah menyurati
Kementerian Kehutanan terkait adanya aktivitas HTR diwilayah Kabupaten Labura.
Disamping itu juga bahwa Pemkab Labura tidak pernah mengusulkan HTR karena
semua lahan tidak ada lagi yang kosong dan telah ditanami warga.
"Kegiatan
ini mohon dihentikan dulu karena saya tidak pernah keluarkan izin HTR di
Labura. Ini sudah meresahkan masyarakat karena dilokasi HTR ini sudah ada
tanaman masyarakat. Dan kita juga sudah surati Kementerian Kehutanan dan
sebelum ada balasannya jangan dilakukan aktivitas. Kita bukan berpihak kemana
mana, tetapi yang jelasnya yang wilayah Labura jangan diganggu ganggu, kami
tidak tanggung resikonya jika kegiatan ini diteruskan, "ucap Bupati kepada
pihak pengelola HTR, Rabu (25/9/2019)
Sementara
itu Ketua DPRD Labura Ali Tambunan dalam kesempatan itu juga meminta agar
kegiatan dihentikan sementara sebelum adanya penyelesaian batas wilayah. Selain
itu diminta agar antara HTR dengan masyarakat yakni pengusaha perkebunan kelapa
sawit untuk duduk bersama terkait permasalahan kawasan HTR tersebut.
"Mari
kita selesaikan persoalan ini secara persuasif. Kedua pihak kita ajak duduk
bersama, dan kita akan bentuk tim dan akan undang Kementerian Kehutanan agar
permasalahan ini bisa selesai, " ucap Ali Tambunan.
Menanggapi
hal tersebut, Timbun Pandiangan, SH selaku pendamping HTR dari BPSKL saat
dilokasi mengatakan, sesuai UU Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan
daerah, bahwa tidak ada kewewenangan pemerintah daerah dalam bidang perizinan
kehutanan karena sudah ditarik ke provinsi dan ke pusat. Sehingga menurutnya,
Bupati Labura tidak boleh mengintervensi program kegiatan HTR dalam mewujudkan
perhutanan sosial.
"Kegiatan
HTR yang dianggap meresahkan masyarakat perlu dikaji, sebab yang meresahkan
masyarakat versi kehutanan adalah petani tradisional yang ada di dalamnya. Dan
kenyataannya sekarang adalah bukan masyarakat tradisional yang berada didalam
kawasan HTR melainkan pengusaha yang menguasai kawasan hutan untuk perkebunan
kelapa sawit yaitu Akiat. Mereka tidak tergolong masyarakat tradisional karena
dia sudah pengusaha dengan lahannya mencapai ratusan hektar didalam
HTR,"ucap Tambun.
Terpisah,
Ketua Koperasi Tani Mandiri HM Wahyudi selaku pengelola HTR menyikapi pandangan
Bupati Labura yang melarang kegiatan HTR dengan alasan telah menyurati Menteri
Kehutanan RI terkait program HTR di Desa Air Hitam tersebut, menilai bahwa
Bupati Labura telah kebablasan menanggapi program HTR yang diberi izin oleh
Menhut yaitu untuk melestarikan serta mengembalikan fungsi hutan yang saat ini
dikuasai oleh oknum pengusaha menjadi perkebunan kelapa sawit.
"Kita
menilai Bupati belum memahami program HTR. Tindakannya itu untuk menutupi para
pengusaha yang mengalihfungsikan kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit,
dengan alasan bahwa telah terjadi tumpang tindih dikawasan HTR dengan lahan
masyarakat dan menimbulkan keresahan masyarakat. Sementara masyarakat tidak ada
yang komplin, "ucap Wahyudi.
Wahyudi
menambahkan pada kenyataannya bahwa dari luas kawasan HTR tersebut lebih banyak
dikuasai oleh pengusaha yang telah mengalihfungsikan hutan menjadi perkebunan
kelapa sawit. Sementara yang dikuasai masyarakat telah terakomodir didalam
program HTR.
"Setelah
penandaan batas kawasan HTR yang dilakukan oleh BPSKL dan KPH III tertanggal 27
Juni s/d 1 Juli 2019 bahwa luas lahan HTR yang dikelola Koperasi Tani Mandiri
di Labura seluas 565 Ha. Dari luas itu, dikuasai para pengusaha 340 Ha menjadi
perkebunan sawit. Sisanya yang dikuasai masyarakat dan telah di akomodir dalam
program HTR, hanya tinggal para pengusaha Cina a/n Juke, Akiat, Ahan saja yang
tidak kita ikutkan berhubung mereka itu pengusaha, " ucap Wahyudi.
Selain
itu menurut Wahyudi menyatakan bahwa Bupati Labura juga dinilai tidak memahami
keberadaan izin menteri kehutanan untuk program HTR yang melingkupi seluruh
wilayah, dan masih mempersoalkan kawasan HTR yang berada di Asahan dan Labura.
Karena keberadaan izin menteri kehutanan melingkupi seluruh wilayah bukan
membatasi wilayah. (Ngatimin)