MenaraToday.Com - Pandeglang :
Tim Klub Jurnalis Investigasi (KJI) Banten pada Oktober 2024 mengulas terkait kondisi sejumlah bangunan dan juga proyek Javan Rhino Study and Conservation Area (JRSCA) yang berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Dalam ulasannya, Tim KJI Banten menguliti kondisi gedung hingga kandang kerbau yang terbengkalai dan terkesan tak dirawat padahal pembangunan sarana prasarana tersebut menelan anggaran yang tak sedikit.
Jurnal tersebut tak hanya dimuat dalam akun kanal YouTube dan juga beberapa media online ternama, namun juga dibahas dalam akun instagram milik Indonesian Corruption Watch (ICW) @sahabaticw.
"Ini contohnya, pengadaan serampangan yang akhirnya bisa berdampak panjang. Proyek pengadaan seharusnya dilakukan dengan perencanaan dan dilaksanakan dengan baik untuk menjawab kebutuhan. Tapi sebaliknya, jika pada akhirnya proyek dibuat asal - asalan, tidak hanya merugikan negara melainkan juga upaya pencapaian tujuan dari pengadaan itu. Seperti contoh di atas, hasil liputan KJI Banten menemukan adanya masalah dalam proyek pada program JRSCA. Celakanya, masalah ini berpotensi kuat mengganggu upaya konservasi Badak. Kok bisa? Baca artikel hasil liputan KJI Banten di Bantennews, Idn Times, Banten Raya." tulis @sahabaticw, dikutip menaratoday.com. Selasa (26/11/2024).
Menyikapi hal ini, Kepala balai taman nasional ujung kulon (BTNUK) Ardi Andono mengatakan, bahwa informasi yang disampaikan adalah hoax, salah satunya tidak adanya narasumber dari pakar ahli dibidangnya yang dimintai keterangan.
"Ini hoax, karena tidak ada pernyataan dari narasumber yang ahli di bidangnya, tidak hanya itu ketika melakukan liputan mereka tidak sesuai prosedur dan masuk tanpa izin," kata Kepala BTNUK Ardi Andono, dalam keterangannya.
Ardi mengungkap, bukan hanya itu Tim KJI Banten juga mengulas sejumlah bangunan dengan keterangan anggaran yang tidak benar, salah satunya terkait bangunan YABI.
"1. Pagar yang dibangun YABI tahun 2010-2015 dibilang SBSN, 2. Bangunan dibilang belum tuntas, padahal itu hasil proses renovasi gempa 6,6 tahun 2022 yang dilakukan swakelola oleh masyarakat pemuda, 3. masuk tanpa izin atau tidak sesuai dengan administrasi masuk ke kawasan konservasi, 4. berita tidak konfirmasi dan tidak ada narasi sumber ahli badak jawa baik dari akademisi maupun praktisi," jelasnya.
Ardi menyebut, semestinya wartawan itu ada nara sumber yang kredibel dari universitas, ahli badak jawa, biar paham apa itu JRSCA apa aja yang dilakukan, biayanya sebesar apa, buat pembanding silahkan ke Sumatran Rhino Sanctuary (SRS) Waykambas.
"Harusnya kawan-kawan wartawan itu ketika membuat ulasan lengkapi dengan keterangan dari narasumber yang memang ahli di bidangnya. Coba bandingkan dengan SRS Waykambas berapa ratus milyar dibangun....berapa tahun kemudian badaknya terisi, silahkan bandingkan dengan SRS Kelian di kalimantan timur, hanya untuk 1 badak berapa biaya bikin kandang pandoknya, berapa tahun baru terisi, tapi gak apa-apa kita yang akan menggunakan nara sumber itu, agar masyarakat teredukasi dengan baik," ungkapnya.
Ardi menjelaskan, hal ini menjadi polemik bukan hanya informasi dan data-data yang disuguhkan tidak akurat namun juga tidak melakukan konfirmasi terkait data-data tersebut yang memang tidak ada kesesuaian dengan yang dimiliki oleh pihak Balai.
"Dalam rilis yang mereka publish memang ada statement saya namun itu hanya sebatas ngobrol biasa tidak ada upaya konfirmasi dari pihak mereka terkait data-data yang disajikan, oleh karenanya saya menyebut bahwa pemberitaan terkait JRSCA hoax yang diulas oleh tim KJI Banten," tegasnya.
Ardi menuturkan, intinya fasilitas JRSCA memang sangat diperlukan dan sudah di rencanakan sejak tahun 2007, dengan harapan kedepannya TNUK mampu melakukan breeding terkontrol untuk badak jawa sehingga mampu meningkatkan populasi badak jawa di alam.
"Data dan narasumber yang ditunjukan KJI kacau betul, marilah kita sama sama mendukung program pengamanan dan peningkatan populasi badak jawa, karena itu merupakan kebanggaan bangsa Indonesia, dimana badak jawa hanya ada di kita, hanya kita yang punya. Bantu TNUK agar lebih fokus bekerja, dan juga membantu dalam mensosialisasikan agar badak jawa tidak ada yang memburu," ucapnya.
Ardi mengatakan, hingga saat ini pihaknya masih menunggu niat baik dari pihak-pihak terkait.
"Kami sudah melakukan upaya kepada media yang mempublish data terkait JRSCA dengan mengirim rilis sebagai bentuk hak jawab dari kami, jika hal itu tidak juga diindahkan maka kami akan menempuh langkah hukum karena ini masuk dalam delik pencemaran nama baik," ujarnya (Ila)