Menaratoday.com - Tapsel
Bencana tanah longsor yang terjadi di area proyek pembangunan Pembangkit Litrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, Tapanuli Selatan, Kamis (29/4/2021)menjadi soroton Publik
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatra Utara menyebutkan, kejadian tersebut terjadi karena PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) tidak menyiapkan mitigasi bencana.
Pernyataan ini didasari oleh analisis dokumen Amdal Pembangunan PLTA Batang Toru. Berdasarkan analisis yang sama, Walhi telah memprediksi akan terjadi longsor di area ini
Sementara Direktur Eksekutif Walhi Sumut, Doni Latuperissa, kepada Wartawan mengatakan, sejak awal proses pembangunan proyek PLTA Batangtoru, pihaknya sudah menyampaikan kekhawatiran adanya potensi ancaman terhadap ekosistem, keanekaragaman hayati, dan bencana alam.
Bencana yang dikhawatirkan sudah dua kali terjadi dalam kurun lima bulan. Pertama longsor di bulan Desember tahun 2020 lalu yang menewaskan operator bersama excavator jatuh ke jurang dan tenggelam di dasar sungai Batangtoru yang berada persis di jurang areal PLTA Marancar Kabupaten Tapanuli Selatan,Sumatera Utara .
bencana longsor Susulan kembali terjadi pada hari kamis (29 April 2021) dengan menewaskan belasan warga masyarakat bersama , pekerja lokal PLTA maupun pekerja asing (Cina) di areal PLTA Marancar
Menurutnya ini tidak boleh dibiarkan dan berharap ini tidak terulang kembali di kemudian hari
"Walhi Sumatera Utara menyampaikan jauh-jauh hari sebelum peristiwa Longsor yang memakan Korban Bahwa Tidak Adanya Mitigasi Bencana PT NSHE sesuai Analisi Dokumen Amdal Pembangunan PLTA Batangtoru dan merupakan Dalil Gugatan Walhi terhadap Izin Lingkungannya sehingga Analisis Walhi-Sumut terbukti dengan Bencana Longsor di Lokasi Pembangunan PLTA Batang Toru,"kata Doni melalui siaran pers yang disampaikan kepada media ,Sabtu (1/5/2021).kemarin
Menyikapi Terkait bencana longsor yang terjadi di areal Proyek PLTA Batangtoru hari ini, WALHI Sumatera Utara sudah menduga hal tersebut akan terjadi. Sejak awal proses pembangunan Walhi Sumatra Utara khawatir jika proyek tersebut diteruskan akan menimbulkan bencana ekologis di kawasan hutan Batang Toru. Apalagi diketahui bahwa wilayah tersebut merupakan daerah rawan gempa dengan kontur tanah yang labil. Bahwa lokasi pembangunan PLTA Batangtoru berada di zona merah dekat dengan patahan, artinya lokasi pembangunan PLTA Batangtoru berpotensi menimbulkan bencana ekologis baru yang berdampak pada sosio-ekologis masyarakat. Seperti diketahui, ini bukan kejadian pertama di mana sebelumnya pada desember 2020 juga terjadi longsor yang menyebabkan hilangnya operator excavator.
Adapun yang menjadi sikap Walhi Sumatra terhadap Lansekap Batangtoru yang menjadi Rimba Terakhir Sumatera Utara adalah:
STOP Pembangunan di Wilayah Rawan Bencana,Evaluasi proyek-proyek yang beroperasi di Lansekap Batangtoru
Usut tuntas bencana longsor yang terjadi di areal proyek PLTA Batangtoru
Laksanakan pencegahan dan penegakan hukum terhadap potensi dan ancaman degradasi Lansekap Batangtoru dari aktivitas industri ekstraktif dan eksploitatif; dan Perbaiki tata kelola perizinan proyek di lansekap Batangtoru.Bahwa pembangunan PT.NSHE Minim Mitigasi kebencanaan.(Ucok Siregar)