Bahas Sampah, Ketua DPRD Pandeglang Sebut Pentingnya Terapkan Teguran hingga Sanksi

MenaraToday.Com - Pandeglang : 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang H. TB. Agus Khotibul Umam, M.Pd, sebut pentingnya menerapkan efek jera bagi warga yang membuang sampah sembarangan, dengan cara menegur hingga pemberian sanksi. Hal itu terungkap dalam diskusi bersama masyarakat dan sejumlah aktivis. Sabtu (26/4/2025), bertempat di Perum Griya Labuan Asri, Jaha, Desa Sukamaju, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.

"Persoalan sampah di Kabupaten Pandeglang ini memang rumit, di satu sisi warga bingung ketika membuang sampah karena tidak adanya sarana yang disediakan, disisi lain para pemangku kebijakan kewalahan menangani perilaku masyarakat yang demikian," kata H. TB. Agus Khotibul Umam, M.Pd, Ketua DPRD Pandeglang, saat diskusi. 

Oleh karenanya, lanjut Agus, pentingnya pemerintah dimulai dari tingkat desa untuk bersikap tegas ketika menemukan warganya yang membuang sampah tidak pada tempatnya, minimal memberikan teguran dan pemanggilan.

"Sebetulnya letak persoalan terkait sampah ini ada di tingkat desa, kalau saja pemerintah desanya dalam hal ini kepala desa (Kades) nya mau tegas mungkin bisa diminimalisir, mulai dari memberikan teguran hingga pemanggilan sebagai efek jera jika hal itu berulang lagi dan lagi baru terapkan perda terkait sampah," ujarnya.

Namun, sambungnya, sebelum menerapkan itu semua, Pemdes harus terlebih dahulu mencari solusi bagaimana agar masyarakatnya tidak membuang sampah sembarangan. 

"Harus ada upaya dulu dari kepala desanya bagaimana agar warganya tidak buang sampah sembarangan, misal menyediakan tempat sampah di tiap titik, dananya bisa dianggarkan dari dana desa (DD) dan iuran warga," jelasnya.

Pada kesempatan yang sama, H. Aam Apandi, SE, anggota komisi II DPRD Pandeglang, menambahkan, ditingkat pemerintah daerah (Pemda) Pandeglang solusinya adalah membentuk satuan tugas (Satgas) sampah. 

"Solusinya yang pertama, dibangun kesadaran masyarakatnya di masing-masing desa berkordinasi dengan Kades, yang kedua dibentuk satgas sampah, ini penting guna memantau dan memberikan sanksi tegas, serta bagaimana caranya agar sampah itu bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis," ungkapnya.

Sementara itu, dalam sesi diskusi, Eman Hidayat, wakil RT/RW. 17/6 Perum Griya Labuan Asri, mengungkapkan, bahwa persoalan sampah bukan hanya terletak pada perilaku warga semata namun juga pada sistem pengelolaan dari dinas terkait. 

"Tidak hanya dari kebiasaan warganya saja tapi juga kurang konsisten dan tidak komitmennya dinas terkait terhadap sistem pengangkutan sampah, misal nih...di lingkungan kami disini pengangkutan sampah kesepakatan 2x seminggu, ini kadang hanya 1x dalam seminggu bahkan pernah sama sekali gak diangkut tuh sampah selama 1 bulan akhirnya sampah menumpuk hingga berulat," ucapnya.

Eman menuturkan, yang membuat warga kesal dan emosi meski sampah tidak diangkut sama sekali mereka diharuskan tetap membayar uang iuran sebesar Rp. 20 ribu per bulan, akibatnya warga membuang sampah tidak pada tempatnya.

"Ada yang dibuang sembarangan ada yang dibakar, dan yang membuat warga emosi tetap diminta bayar iuran sebesar Rp. 20 rebu sementara sampahnya menumpuk dan membusuk hingga berulat, sampahnya kan macem-macem mulai dari sampah dapur hingga popok bayi... mana ada kotorannya, kebayangkan kan," tuturnya.

Eman menyampaikan, pihaknya sempat menegur petugas pengangkut sampah alasannya karena kekurangan kendaraan pengangkut. 

"Saya sempat menanyakan kenapa? Mereka alasannya terkendala armada pengangkut karena jumlahnya terbatas sementara wilayah yang diangkut banyak....keinginan kami sebagai warga tolonglah ngangkut sampahnya sesuai kesepakatan awal, 2x seminggu," tandasnya.

Ditempat yang sama, Mulya, salah satu anggota komunitas wartawan labuan (KAWAL), menyebut, selain adanya kekompakan dari semua pihak untuk mengedukasi soal sampah, baik memikirkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) maupun strategi lainnya, salah satu upaya yang bisa mengena terhadap masyarakat adalah diumumkan di setiap masjid dengan menggunakan pengeras suara (speaker/toa) oleh dewan kemakmuran masjid (DKM) yang lokasinya dekat dengan tempat rawan pembuangan sampah. 

"Dengan kalimat-kalimat ajakan edukasi ke masyarakat dan juga sanksinya, bila perlu beri honor khusus pihak DKM nya walaupun tidak seberapa. Sumber dana bisa dari dana CSR Perusahaan, anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten atau Provinsi sekalipun yang sumber anggarannya dari anggaran pendapatan dan belanja nasional (APBN) seperti Dana Desa, (DD)," pungkasnya. (ILA)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama