Polemik Desa Damuli Pekan Berlanjut: Tak Hanya Dugaan Pungli, Kades Juga Dituding Persulit Warga Karena Dendam Politik

MenaraToday.Com - Labura :

Aroma tidak sedap terkait pelayanan publik di Desa Damuli Pekan, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) kian menyengat. Setelah mencuatnya dugaan Pungutan Liar (Pungli) dalam pengurusan surat tanah, kini Kepala Desa Damuli Pekan M. Ridwan Tambunan dituding melakukan praktik Mal Administrasi bermotif dendam pribadi.

Persoalan ini bermula saat Ricki Chaniago, yang juga merupakan seorang jurnalis Media Online, mengungkap adanya oknum staf desa yang meminta biaya administrasi tanpa dasar hukum saat dirinya mengurus surat tanah orang tuanya pada Selasa (16/12/25) lalu.

Namun, belakangan terungkap bahwa perlakuan tidak menyenangkan yang diterima keluarga Ricki diduga bukan sekadar soal pungli, melainkan buntut dari sentimen pribadi sang Kepala Desa.

Ricki membeberkan bahwa jauh sebelum insiden surat tanah ini, orang tuanya sudah lebih dulu dipersulit saat mengurus surat keterangan domisili mendekati akhir tahun 2023. Sang ibu bahkan disebut mengalami trauma karena dipaksa bolak-balik ke kantor desa hingga tiga kali dengan alasan yang tidak jelas.

"mamakku trauma berurusan dengan Kades. Saat itu urus domisili saja dipersulit, harus tiga kali bolak-balik. Akhirnya aku turun tangan sendiri, sempat terjadi keributan di kantor desa, barulah surat itu diterbitkan," ungkap Ricki kepada media, Kamis (18/12/2025).

Ricki menduga kuat bahwa hambatan administrasi yang dialami keluarganya merupakan bentuk "balas dendam" politik. Ia menceritakan bahwa pada masa Pemilihan Legislatif (Pileg) lalu, dirinya pernah memberitakan dugaan pelanggaran kode etik Pemilu yang melibatkan anak kandung Kades Damuli Pekan yang saat itu mencalonkan diri sebagai anggota DPRD.

"Ada dendam lama. Dulu tayangkan berita terkait dugaan politik uang sebesar Rp. 200.000 per kepala yang dilakukan anaknya melalui anggota KPPS. Bahkan, saya ungkap bahwa seluruh tim suksesnya saat itu adalah Ketua dan anggota KPPS di dusun saya," terangnya.

Tak hanya soal pemberitaan, Ricki menyebut orang tuanya juga sempat menolak secara halus permintaan Kades untuk memilih anaknya dengan imbalan tertentu.

"Orang tua ku prinsipnya tidak mau menerima uang untuk memilih. Beliau hanya memilih sesuai hati nurani, dan sikap konsisten itulah yang tampaknya tidak diterima oleh pihak desa," tambah Ricki.

Padahal, merujuk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, aparat desa dilarang keras menyalahgunakan wewenang maupun melakukan diskriminasi dalam pelayanan publik. Tindakan menghambat urusan administratif warga atas dasar kepentingan pribadi atau politik dapat dikategorikan sebagai pelanggaran serius terhadap asas kepentingan umum dan kepastian hukum.

Kasus ini kini menjadi sorotan publik di Labuhanbatu Utara, menanti ketegasan pihak kecamatan maupun dinas terkait untuk mengevaluasi kinerja pemerintahan Desa Damuli Pekan yang dianggap telah mencederai prinsip pelayanan masyarakat. (Ngatimin)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama