Dengan Momentum Natal, GMKI PSS Sepakati Millenial Pilar Utama Merawat Toleransi




 MenaraToday.Com – Simalungun :

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Pematangsiantar - Simalungun menghelat perayaan Natal yang dirangkai dengan diskusi publik bertemakan “Merawat Toleransi di Pematangsiantar Menjelang Pesta Demokrasi 2020”.


Ketua Panitia, Tulus Panggabean menjelaskan bahwa Perayaan Natal tersebut dilaksanakan pada Sabtu, 7 Desember 2019 di Gereja Kristen Protestan Simalungun (GKPS) Kesatria di Kelurahan Siopat Suhu, Kecamatan Siantar Timur, Sumatera Utara.

Dalam sambutannya Tulus menjelaskan bahwa GMKI ingin merayakan Natal dengan cara baru sembari memaknai semangat Natal yang sejalan dengan semangat toleransi  kota Pematangsiantar.

“Untuk itulah kami ingin mengkampanyekan agar kota Pematangsiantar dapat dicontoh sebagai kota toleran melalui perayaan Natal” ujar Tulus.

Ditempat yang sama Ketua GMKI Pematangsiantar - Simalungun May Luther Dewanto Sinaga, S.Th,  mengatakan bahwa perayaan Natal bukan hanya sebatas seremonial, melainkan yang paling penting adalah makna dari Natal tersebut. Dan kiranya damai Natal dapat dirasakan oleh setiap masyarakat khususnya yang ada di Pematangsiantar. Dan toleransi adalah salah satu wujud damai tersebut.

Pantauan MenaraToday.Com, selepas ibadah, dalam sesi diskusi yang di moderatori oleh Ketua GMKI Pematangsiantar-Simalungun, May Luther Dewanto Sinaga, S.Th. meminta jawaban para pemateri perihal ancaman-ancaman yang dapat merongrong toleransi di Pematangsiantar menjelang Pesta Demokrasi 2020 (Pemilihan Kepala Daerah/Pilkada).

Pembicara pertama Wakapolres Pematangsiantar, Kompol Banggas Simarmata, dalam pemaparannya menjelaskan fenomena radikalisme. Ia mengungkapkan bahwa orang yang terpapar radikalisme kebanyakan belajar otodidak dari jejaring internet.

“Meskipun demikian, kami tetap melakukan tindakan antisipasi yakni Deteksi Dini oleh Babinkamtibmas”, Ujar Banggas sembari mengucapkan Selamat Natal bagi GMKI Pematangsiantar-Simalungun.

Sementara itu, pembicara lainnya, Daniel Dolok Sibarani yang merupakan Ketua KPU Kota Pematangsiantar menerangkan bahwa isu politik SARA menjadi ancaman yang paling subur menjelang Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah).

“Politik agama sebenarnya sudah lama, tapi semakin menguat Pasca Pilkada DKI tahun 2017, di mana media sosial menjadi panggung pertarungan black campaign” ujar Daniel yang juga merupakan Senior GMKI tersebut.

Untuk itu, Daniel berharap agar mahasiswa/kaum milenial sebagai pengguna 70 persen media sosial dan dikenal berintelektual agar menjadi pilar utama dalam merawat toleransi dengan cerdas menelaah berita dan yang lebih penting menolak balck campaign.

Dari kacamata pengamat, dr. Sarmedi Purba mengungkapkan bahwa toleransi Pematangsiantar bermuara dari toleransi antar suku dan budaya, untuk itu ia berharap agar Pilkada dapat melahirkan pemimpin yang berkualitas dan mengayomi.

“Pesan saya kepada anak-anak muda agar memberanikan diri maju di Pilkada, harus ada Milenial yang berani mengubah kota Pematangsiantar dan merawat toleransi, baik antar suku maupun antar agama”, Ujar dokter yang juga Direktur Rumah Sakit Vita Insani.

Saat ditemui dan ditanya MenaraToday.Com perihal potensi kerawanan sosial akibat mangkraknya tugu Sangnawaluh, Tokoh Pemuda Simalungun ini mengungkapkan bahwa perlunya musyawarah untuk mencapai mufakat dan untuk mencapai itu diperlukan figur pemimpin yang konsekuen menjalankan regulasi.

Acara yang dihadiri oleh ratusan undangan ini diwarnai dengan sesi tanya jawab, beberapa penanya, misalnya Izah Sari Marito Sihombing dan Putri Tampubolon. Izah menanyakan korelasi politik identitas dengan kekerabatan marga pada beberapa suku di Indonesia, sementara putri menanyakan unsur-unsur money politik.

Menjawab itu, ketua KPU Pematangsiantar, Daniel Dolok Sibarani, menjelaskan untuk memilih pasangan, idealnya melihat visi misi calon.
“Tapi kondisi saat ini ketersediaan calon yang berkualitas masih minim sehingga biasanya pemilih menarik garis persamaan ataupun kesamaan dengan figur calin, contohnya sama-sama agama A, bermarga A dan lain sebagainya”. Ujar Daniel.

Dan ia juga mengungkapkan bahwa dalam tahap sosialisasi calon diperbolehkan mengumpulkan orang, membagi APK, menjamu makan.
“Dengan catatan tidak boleh membagi uang dan pertemuan harus diberitahukan ke penegak hukum”, tambah Daniel.

Pada kesimpulannya, yang ditulis oleh Gading S selaku Notulen, bahwa tantangan penyelenggaraan Pilkada datang dari kehidaran media sosial, di mana transaksi informasi yang belum seluruhnya di filter dapat memengaruhi pengguna, sehingga dapat menjadikan pengguna sebagai produsen kampanye negatif.

Maka GMKI Pematangsiantar-Simalungun mengharapkan peran aktif para kader dan kaum milenial agar tidak serta merta terprovokasi serta bijak dan cerdas dalam menggunakan jari jemari di media sosial.

“Semoga diskusi ini berguna untuk pendewasaan dan pendidikan politik bagi masyarakat agar memilih calon yang berkualitas dan mampu merawat toleransi di Pematangsiantar, tutup May Luther Dewanto, S.Th yang juga moderator diskusi tersebut.

Dalam acara perayaan natal dan diskusi publik GMKI Pematangsiantar-Simalungun tersebut juga terlihat dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kota Pematangsiantar dan dan perwakilan dari KOREM.(Team/red)

Lebih baru Lebih lama