Film “Invisible Hopes” Akan Hadir Menilik Kembali Hak Anak-anak Yang Lahir dan Hidup Dalam Penjara

Menaratoday.com, Jakarta:

Akan hadir sebuah film yang menilik kembali keberadaan anak-anak yang lahir dan hidup dalam penjara dengan nama Invisible Hopes. Awalnya kita tidak tahu, dan ketika baru tahu bahwa ternyata banyak anak yang lahir dan dibesarkan dalam penjara kami sangat kaget. Buat kami itu tidak adil. Anak-anak itu harus hidup bebas dan bahagia, mendapatkan haknya sama seperti anak lainnya, sama seperti kami waktu kecil. 

Itu yang mendorong kami untuk membuat film Invisible Hopes, bukan dalam rangka menjelek-jelekkan siapapun. Kami sebagai filmmaker melakukan apa yang kami mampu, semoga film ini dapat dipakai untuk alat raising awareness, untuk bahan diskusi supaya ada sebuah solusi yang lebih baik bagi anak-anak dan ibu hamil dalam penjara”, demikian diungkapkan Lamtiar Simorangkir, pada saat rilis terbatas dan diskusi film dokumenter “Invisible Hopes” pada tanggal 19 Februari kemarin. 

Rilis terbatas film ini dilakukan dengan mengundang kalangan terbatas yaitu 
Kementerian Hukum dan Ham RI, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Komnas HAM dan Ombudsman RI. 

Acara tersebut dilakukan dalam rangka rilis terbatas film “Invisible Hopes” hanya kepada kalangan yang dianggap bersinggungan langsung dengan isi dalam film tersebut untuk menghasilkan rekomendasi-rekomendasi yang dapat di follow up bersama untuk perbaikan 
kondisi para anak-anak yang lahir dari ibu narapidana dan terpaksa hidup dalam penjara bersama dengan ibu mereka. 

“Saya melihat mba Tiar (nama panggilan Lamtiar Simorangkir) dan teman-teman ini punya passion yang tinggi, tidak banyak yang memiliki kerja-kerja professional di film mendokumentasikan hal-hal yang seperti ini. Ini resikonya besar buat dia dan teman-teman tim, 
tapi dia ambil itu. Kesulitannya bukan hanya besar tapi besar sekali! Tapi dia ambil itu. Duitnya gak ada cuma punya kemauan. Nah kemauan inilah yang kemudian kita semua tadi melihat film ini tanpa narasi pun sudah kelihatan apa sih yang mau dipotret. Substansinya sangat banyak sekali” demikian disampaikan oleh ibu Ninik Rahayu anggota Ombudsman RI pada saat diskusi setelah pemutaran film. 

“Film ini bisa membingkai bagaimana kondisi perempuan dan anak-anak saat ini, perempuan hanya punya tubuh tapi tidak punya kuasa. Saya berharap pimpinan dari pemerintah yang hari ini hadir bersedia mengkomunikasikan dengan pimpinan yang tertinggi kepada pak Menteri dan mendialogkan dengan kementerian lembaga terkait, setidaknya kepada Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan dan 
Kebudayaan, mereka harus melihat film ini. Ini bagian kecil yang tadi di potret tapi persoalan besar bangsa ini. Tahap berikutnya mesti ngajak menonton film ini aparat penegak hukum kita, kepolisian, kejaksaan, Mahkamah Agung dan BNN” lanjut beliau.

Film Invisible Hopes yang di sutradarai dan produseri oleh Lamtiar Simorangkir merupakan hasil produksi komunitas film Lam Horas Film. Mereka membuat film secara kolaboratif dan dengan pembiayaan kolaboratif juga. Menurut Lamtiar, project Invisible Hopes dimulai hanya dengan dua orang, dia dan seorang temannya yang berperan sebagai sinematografer.
Awalnya akan dibuat hanya menjadi sebuah film pendek untuk menginformasikan kepada masyarakat bahwa ada anak yang lahir dan hidup dibalik jeruji penjara, namun dalam proses pembuatannya berkembang menjadi sebuah film panjang. Untuk dapat menyelesaikan proses paska produksi mereka mendapatkan support funding dari Kedutaan Besar Swiss dan Kedutaan Besar Norwegia.

Sementara itu ibu Putu Elvina komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyampaikan apresiasinya kepada tim Lam Horas Film. “Selama penayangan betul kita menguras airmata. Lalu kemudian kita akan mengingat apa yang terjadi betapa beratnya perjuangan seorang narapidana perempuan kemudian bayi mereka ikut berada didalamnya. Berbagai hak-hak narapidana perempuan termasuk anak yang mereka kandung dan lahirkan itu merupakan bagian-bagian dari hak-hak perempuan dan anak yang harus kita perjuangkan. Beberapa hak memang kalo kita lihat di film tersebut banyak hak-hak mereka yang terampas atau tidak diperoleh dengan baik. Tentu saja dalam momen ini kami memberikan rekomendasi mohon agar Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bisa kemudian melihat kembali upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi narapidana atau tahanan serta anak-anak yang berada disitu” demikian ungkap beliau. 

Acara yang dihadiri oleh sekitar 30 orang undangan tersebut dilakukan di studio 1 XXI Plaza Senayan yang berkapasitas 300 kursi dengan menjalankan protocol Kesehatan Covid-19 yang sangat ketat. Komnas HAM yang diwakili oleh komisioner ibu Sandrayati Moniaga menyampaikan bahwa beliau merasa senang telah diundang untuk melihat film Invisible Hopes sebelum di publish ke publik. Menurut beliau bahwa film Invisible Hopes selain punya kekayaan dokumentasi aspek sinematografinya juga baik, filmnya bisa dinikmati, ada segi keindahannya dan tidak membosankan. “Saya rasa ini satu terobosan yang menarik yang mungkin bisa didiskusikan Bapak, ibu di Ditjendpas dan pak Menteri tentang bagaimana peran pembuat film, bagaimana peran kamera dan orang-orang dibalik kamera itu untuk merekam situasi yang sesungguhnya didalam Lembaga Pemasyarakatan maupun tahanan. Kami misalnya di Komnas Ham, paling kita bisa memantau sehari-dua hari itupun hanya ketemu beberapa orang itupun kadang diatur ketemunya 
dengan siapa, tapi untuk mengetahui situasi didalam itu jauh dari kemungkinan. Saya rasa film ini 
bisa menunjukkan kekuatan dari pembuat film, peran strategis dari para pembuat film dokumenter untuk membantu kita memahami persoalan sesungguhnya dan kemudian memikirkan solusi-solusi yang lebih pas dibandingkan kalo kita hanya datang hit and run” sambung beliau. 

Kementerian Hukum dan HAM yang diwakili oleh bapak Thurman Hutapea (Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi) menyatakan merasa miris melihat kondisi yang ada didalam film. “Rutan dan Lapas saat ini berlomba-lomba untuk memperbaiki. Tapi ini masukan yang berharga untuk koreksi kami kedepan. Kalo kita bicara tentang pelaksanaan apa yang disampaikan oleh bu Ninik sebagai institusi yang berperan aktif melakukan pengawasan terhadap jajaran kami, kami miris sebenarnya, kenapa?Tanggungjawab untuk pembinaan narapidana yang ada itu bukan tanggungjawab kami semata. Itu seluruh komponen. Kami kan muara paling akhir 
didalam proses penegakan hukum”. 
Diakhir acara ditemukan kesimpulan dan rekomendasi-rekomendasi. Kesimpulan yang diambil adalah catatan penting yang digaris bawahi bahwa ini adalah PR bersama, ini adalah isu bangsa yang cukup besar, anak-anak ini harus mendapatkan hak-haknya, kepentingan terbaik anak harus didahulukan. 

Rekomendasi yang dihasilkan antara lain : Kemenkumham penting memimpin untuk mengagendakan dialog yang sangat serius lintas kementerian untuk membuat kebijakan-kebijakan pemenuhan HAM di dalam penjara terutama hak perempuan dan anak. Kedua, perlu ada reformasi criminal justice system baik dalam proses peradilan maupun pendampingan hukum juga membuat pola edukasi yang membuat koreksi agar kehidupan warga binaan mempunyai kehidupan sosial

yang lebih normal. Ketiga seruan bagaimana membuat film Invisible Hopes menjadi ruang dialog dengan apparat penegak hukum yang lain. Acara tersebut ditandai dengan penandatanganan bersama poster film “Invisible Hopes” sebagai symbol bahwa semua lembaga terkait dan Lam Horas Film siap bekerjasama untuk mencari 
solusi terbaik bagi anak-anak dan ibu hamil dibalik jeruji penjara. Film Invisible Hopes sendiri akan dirilis resmi ke publik dengan melakukan premier pada awal bulan April mendatang. (R1/red)


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama