Laporan ALIPP Terkait Dana Bansos Dituduh Ditunggangi, Uday Tepis Rumor

MenaraToday.Com - Banten : 

Laporan ALIPP (Aliansi Lembaga Independenr Pemantau Pembangunan) atas dugaan adanya praktek korupsi Dana Hibah untuk Ponpes dari APBD Banten tahun anggaran 2018 dan 2020 pada rabu 14 April 2021 lalu ke Kejaksaan Tinggi Banten terus mengalami perkembangan yang signifikan. Itu terbukti, pada 15 April 2021 Kejati langsung melakukan gerak cepat dengan menetapkan 3 tersangka, yakni Epih S, TB sebagai pengurus Ponpes dan AG seorang honorer di lingkungan Biro Kesra Pemprov Banten. Demikian Tulis Direktur Eksekutif ALIPP Uday Suhada dalam rilisnya, Jum'at (28/5/2021).

"Berbagai langkah strategis terus diambil pihak Kejati, dengan memanggil ratusan pimpinan pondok pesantren penerima secara simultan. Demikian pula mereka yang diduga kuat berhubungan dengan perkara ini. Alhasil pada 21 Mei 2021, Kejati Banten kembali menetapkan dua orang tersangka, yang lebih besar lagi, yaitu eks Kepala Biro Kesejahteraan (Kesra) Pemprov Banten Irvan Santoso dan ASN di lingkungan Kesra Pemprov Banten Toton Suriawinata," tuturnya.

Menariknya, pasca penetapan sebagai tersangka, Irvan Santoso melalui pengacaranya, Alloy Ferdinan menyatakan, bahwa Irvan terpaksa tetap mengalokasikan dana hibah untuk Ponpes itu karena ada perintah dari atasannya.

 "Sebenarnya pak Irvan itu korban karena jabatannya," ujar Alloy kepada wartawan di kantor Kejati Banten. Jumat, 21 Mei 2021 lalu.

Menurut Alloy, saat itu kliennya sudah merekomendasi agar pemberian hibah kepada Ponpes ditunda pada anggaran tahun berikutnya karena waktunya sudah melampaui batas. 

"Namun ini karena perintah atasannya (Gubernur Banten) dana hibah itu tetap dianggarkan di tahun 2018 maupun 2020," kata Alloy. 

Menarik untuk dicermati, kata Uday, bahwa keterangan Tersangka Irvan itu menyebut secara eksplisit nama Gubernur Banten Wahidin Halim. Bahwa untuk proses pemberian hibah tahun 2018 dan tahun 2020, pengajuan sudah melewati waktu yang telah ditetapkan Pergub Nomor 49 tahun 2017 (untuk penganggaran Hibah 2018) dan Pergub Nomor 10 tahun 2019 (untuk penganggaran tahun 2020). 

Atas perintah Gubernur, Kabiro Kesra diminta untuk tetap memproses pemberian hibah ke Ponpes. Dimana tahun 2018 melalui FSPP dan tahun 2020 langsung ke masing-masing Pondok Pesantren penerima. Bahkan, ada kalimat dari Irvan yang menirukan ucapan WH demikian : “Kamu dulu mau diperintah Bu Atut meskipun diperintah melakukan pemotongan dana dari penerima hibah, kenapa tidak mau saya suruh untuk membantu para kyai melalui pondok pesantrennya dengan mempersulit, padahal itu ibadah”. 

"dari rangkaian uraian tersebut di atas, proses pemberian dana hibah pondok pesantren, baik 2018 maupun 2020 sepenuhnya atas arahan dari Gubernur dan bukan murni rekomendasi Biro Kesra," terangnya.

Padahal lanjut Uday, Biro Kesra sudah menyarankan hahwa untuk calon penerima hibah yang tidak melakukan upload di ehibahbansos.bantenprov.go.id agar diproses pada APBD Perubahan Anggaran Tahun 2020, sebagaimana Nota Dinas Kepala Biro Kesra kepada Gubernur Banten melalui Sekda selaku Ketua TAPD No. 978/635-Kesra VIII/2019 tanggal 30 Agustus 2019 perihal Dasar Hukum Pemberian Hibah Kepada Lembaga-Lembaga Keagamaan Tingkat Provinsi Banten, sehingga proses pemberiannya sesuai dengan Pergub No. 10 Tahun 2019, dan Tim verifikasi Biro Kesra cukup waktu untuk memverifikasi permohonan hibah tersebut, namun tidak ada tanggapan dari Sekda selaku Ketua TAPD.

"Tahun 2018 adalah tahun politik, menjelang Pemilu 2019. Pada saat itu santer nama seseorang di lingkungan Biro Kesra Pemprov Banten yang dijuluki si Raja Hibah. Dia adalah WL Ada dugaan dana kampanye untuk saudaranya (Caleg DPRD Banten di Dapil Lebak) bersumber dari dana hibah Ponpes. Di waktu yang sama, muncul juga nama anggota DPRD Banten lainnya yang diduga turut andil menjadi broker, yakni dari Dapil Pandeglang dan Dapil Kota Tangerang," katanya.

Dari uraian di atas masih kata uday, kini Tim solid Kejati Banten tinggal mendalami keterangan tersangka Irvan dan memeriksa WL ihwal informasi kemana saja uang rakyat itu mengalir. Demikian pula halnya dengan langkah untuk meminta keterangan dari 

Gubernur sebagai penanggung jawab atas kebijakan bantuan Hibah Ponpes, Sekda selaku Ketua TAPD Komisi V DPRD dan Badan Anggaran DPRD sebagai mitra kerja, tidak kalah pentingnya, Kejati juga sangat perlu informasi dari Kemenag di Kabupaten/Kota dan Kanwil Kemenag Provinsi.

Namun, akibat laporan tersebut kini muncul tuduhan miring yang menyebut bahwa ALIPP melaporkan terkait dana hibah Ponpes dibanten ditunggangi kepentingan politik. 

Terkait ini, Uday menepis berbagai berspekulasi dan tuduhan bahwa ALIPP ditunggangi oleh orang atau kelompok tertentu. 

"Untuk urusan korupsi, saya akan berdiri tegak seperti huruf ‘Alip’. Dalam urusan korupsi, tidak akan ada pihak yang mampu mengintervensi pribadi saya, sungguhpun itu datangnya dari Ibu saya, Untuk Para Kyai, Ulama, Ustad, Santri di seluruh pelosok Banten, Bismillah, demi Allah, saya tak ada sedikitpun terbersit pemikiran untuk mempermalukan dan merusak marwah dan nama baik para Ulama dan Santri. Justru langkah ini saya ambil sebagai ikhtiar untuk berjihad melawan korupsi," tegasnya. 

Sebab menurut Uday, para pelaku korupsi dana hibah ini, ia nyatakan bahwa mereka bukan para ulama sejati, tapi gadungan alias “ulama su”. 

"Saya ingin menghentikan eksploitasi para pimpinan Ponpes yang dilakukan oleh para oknum yang melakukan persekongkolan jahat, berlindung di balik nama besar Ulama dan Santri Banten. Tegasnya, Pihak Ponpes Penerima adalah Korban dari para oknum. Kebenaran dan kenyataan harus dikabarkan, sebab ini menyangkut uang rakyat," imbuhnya. (Ila)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama