Oleh : Sofyan Adi Cahyo, Koordinator Liputan MenaraToday.Com Jawa Timur.
Setelah ada media sosial, kualitas karya jurnalisme (khususnya media online) di Indonesia hancur-hancuran. Banyak yang semata menonjolkan kecepatan tapi menyajikannya secara apa adanya.
Saya yakin banyak yang sepakat dan punya penilaian serupa dengan pemikiran Dahlan Iskandar. Pada 2016, saya pernah berkiprah di media online. Meskipun sudah ada doktrin tentang kecepatan dalam menyampaikan berita, tapi saya dan teman-teman reporter kala itu tetap harus menuliskan dengan kaidah jurnalistik yang ketat. Judul, misalnya, harus ringkas dan lugas. Materi ditulis sesuai prinsip piramida terbalik.
Tapi hal semacam itu secara perlahan mulai bergeser. Hasilnya seperti yang menjadi keprihatinan Pak Dahlan. Saat ini media seolah seperti mesin foto kopi. Sekadar menyalin atau memindahkan apa yang ada di media sosial, atau rilis dari tokoh dan suatu lembaga. Tanpa memperkaya dan mendalaminya dengan data lain yang relevan. Isi hampir semua media online nyaris seragam.
Di beberapa media online bahkan ada yang sengaja menerapkan "lazy journalism". Mereka menempatkan orang-orang yang kerjanya hanya meng-"kopas" posting-an di media sosial, vlog di Youtube, hingga acara-acara gosip.
Di media online kekinian kita jarang menemui judul-judul berita yang ringkas, tajam, menggoda. Dengan dalih demi SEO dan algoritma Google judul berita justru ada kalanya dibuat sangat panjang. Juga sengaja menyembunyikan inti cerita, (konon) agar pembaca penasaran. Serba template. Begitu pun pilihan kata baku bisa dikalahkan bila secara SEO dan Google menghendakinya demikian.
Menyajikan isu yang berbeda atau eksklusif, apalagi sampai membuat liputan-liputan investigatif seolah menjadi sesuatu yang sia-sia. Buang energi dan biaya. Belum tentu ada yang membaca. Begitu kilah yang kerap disorongkan para pengelola media.
Saya percaya hingga pada momen tertentu para pengelola media akan sadar bahwa produk berita yang dihasilkan harus berubah. Tak cuma 'gitu-gitu aja'. Kapan? Jika publik sudah benar-benar tak percaya dan tak merasa perlu lagi dengan media. Saat ini, menurut sebum survei, tingkat kepercayaan publik terhadap media cuma 48%. ***