Tega, Demi Menikahi Wanita Lain Warga Desa Teluk Palsukan Kematian Istri


Labuan, MENARATODAY.COM-Dakroni alias Endak Bin Saukri terpaksa berurusan dengan pihak berwajib gegara perbuatannya yang tega memalsukan kematian istrinya bernama Santi warga Desa Teluk, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten.

Dakroni melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut demi menikahi wanita lain pujaan hatinya warga Blanakan, Brebes, Cirebon.

Tak terima kematiannya dipalsukan sang suami (Dakroni), Santi pun melaporkan perbuatan laki-laki yang kini berstatus mantan suaminya tersebut ke pihak Kepolisian Labuan.

Kronologis kejadian berawal, berawal dengan datangnya Dakroni ke Kantor Desa Teluk dan meminta dibuatkan surat keterangan kematian istrinya bernama Santi kepada salah satu staf Desa bernama Lina.

Berbekal surat dari Desa, Dakroni melanjutkan prosesnya ke Kantor Kecamatan dan Dinas  Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Pandeglang.

Setelah proses tersebut selesai dan surat kematian fiktif atas istrinya berhasil diterbitkan, Dakroni pun menikahi pujaan hatinya warga Blanakan, Subang, Jawa Barat.

Saat ini, persoalan surat kematian fiktif tersebut memasuki persidangan, sejumlah saksi, terlapor dan pelapor pun dipanggil oleh pihak Kejaksaan Negeri Pandeglang, pada Kamis 21 April 2022.

Namun, sayang sejumlah saksi yang seharusnya hadir dalam persidangan berhalangan hadir. 

Adapun saksi-saksi yang dipanggil oleh Kejaksaan Negeri yaitu Kepala Desa Teluk Sofyan Hadi, Sekretaris Desa Teluk Untung dan Endin Fachrudin mangan Kades Teluk.

Salah satu Saksi Ian Sophian, Kepala Desa (Kades) Teluk, membenarkan adanya pemanggilan dirinya oleh Kejari Pandeglang sebagai saksi terkait kasus tersebut.

"Iya saya dipanggil Kejari tadi, tapi terus terang saya gak tau menahu persoalan ini karena pada saat itu saya belum menjadi kepala desa teluk, tapi saya akan memberikan kesaksian sesuai yang saya ketahui," tuturnya.

Hal serupa juga dikatakan Endin Fachrudin, Mantan Kades Teluk. Ia mengaku tak mengetahui awal mula persoalan tersebut.

"Saya tidak tau menahu terkait itu, yang lebih jelas nya pak untung selaku sekdes," ungkapnya.

Sementara itu, menyikapi persoalan ini, Advokat Satria Pratama SH dari Kantor Hukum Satria Pratama & Rekan menuturkan, perkara ini mulanya terjadi karena adanya perangkat/staf desa bernama Lina, yang dilaporkan karena diduga telah melakukan pemalsuan dokumen surat kematian seseorang warga teluk, dan selanjutnya Lina memalsukan tanda tangan sekretaris desa (Sekdes) yaitu Saudara Untung.

“Ini yang dipalsukan adalah surat keterangan kematian, yang surat tersebut diajukan untuk menerbitkan akta kematian dari Disdukcapil Pandeglang," ujar Satria Pratama. 

Satria Pratama menjelaskan, sekilas pemalsuan dokumen kependudukan tampak sederhana, dan sudah lazim terjadi. Namun demikian, meskipun kelihatannya sederhana, pemalsuan dokumen kependudukan dapat menimbulkan dampak yang serius, yakni munculnya berbagai tindak pidana di tengah masyarakat. 

"Selain itu, perbuatan pemalsuan atau penyalah gunaan dokumen kependudukan, tersebut juga dapat dikenakan ancaman pidana sesuai ketentuan Pasal 93 Undang-Undang Administrasi Kependudukan yang menyatakan setiap Penduduk dengan sengaja memalsukan surat dan/atau dokumen kepada Instansi Pelaksana dalam melaporkan Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 50 juta," jelasnya.

Satria menuturkan, setiap orang atau badan hukum yang tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun. Ketentuan pidana pemalsuan Kartu Tanda Penduduk Eleketronik dan dokumen kependudukan lainnya telah diatur dalam Pasal 95B Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

"Aturan tersebut juga mengatur ketentuan pidana kepada pihak yang memerintahkan, memfasilitasi, dan melakukan manipulasi data kependudukan, dengan ancaman penjara enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp75 juta. Ada pihak-pihak yang secara sengaja tanpa hak mencetak, menerbitkan, dan/atau mendistribusikan dokumen kependudukan untuk kepentingan pribadi dan tentu saja itu merupakan tindak pidana dan akan harus segera ditindaklanjuti," bebernya.

Kata Satria, pemalsuan identitas kematian yang sampai di urus ke Disdukcapil kabupaten Pandeglang ini, telah terbit surat kematiannya, yang pada akhirnya menimbulkan kerugian kepada orang yang sudah dipalsukan kematiannya, padahal fakta nya orang tersebut masih hidup.

Satria menambahkan, selain surat kematian ada juga pemalsuan pembuatan surat nikah. Berdasarkan fakta, bahwa perangkat/staf desa teluk berinisial AM, tersebut membantu salah satu warga teluk berinisial D, yang saat ini sebagai terdakwa, untuk mengurus surat Nikah, yang dimana terdakwa masih berstatus sebagai suami yang Sah dengan seorang istri berinisial S (Pelapor).

Staf desa tersebut, lanjut Satria, membantu membuatkan surat nikah palsu, guna kepentingan terdakwa untuk menikah lagi di daerah Jawa Barat, yakni Blanakan, Subang, pernikahan tersebut tercatat resmi di kantor KUA Blanakan pada tanggal 06 November 2020.

"Sedangkan perangkat/staf desa yaitu saudari Lina yang mempunyai peran memalsukan surat kematian, hanya dijadikan sebagai saksi, padahal perbuatannya sudah jelas merupakan perbuatan Pidana, tetapi penyidik mempunyai perspektif lain, oleh karenanya Saudari Lina yang turut dipanggil oleh Kejaksaan Negeri Pandeglang hari ini, dimintakan keterangannya sebagai saksi di persidangan, tetapi saudari Lina hari ini tidak hadir, bahwa ketidakhadiran suadari Lina ini sudah menunjukkan tidak Kooperatif dan bisa di ancam dengan Pasal 224 KUH Pidana: Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru Bahasa menurut Undang-undang selaku demikian harus dipenuhinya diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan," ungkapnya.

Dengan adanya peristiwa hukum tersebut maka, masih kata Satria, ini menandakan lemahnya verifikasi dan Validasi data yang tidak cermat yang dilakukan oleh pemerintah desa teluk, karena surat  kematian palsu, dan surat nikah tersebut dibuat oleh pihak desa teluk. Sehingga tidak menutup kemungkinan pihak desa banyak melakukan kesalahan administrasi.

"Bahwa perangkat/staf desa teluk berpotensi terjadi pungutan liat (pungli) agar terjadinya kesalahan administrasi dalam hal ini pemalsuan dokumen kependudukan, jadi intinya, siapa saya masyarakat yang ingin dibuatkan surat adminstrasi kemudian menawarkan sejumlah uang kepada pihak desa, maka pihak desa siap membuatkan surat tersebut sekalipun melanggar aturan dan perundang-undangan yang berlaku ini merupakan system yang bobrok dan busuk didalam pemerintahan desa," tukasnya.

Demikian juga dengan Disdukcapil Kabupaten Pandeglang, tambah satria, yang telah membuat kematian seseorang berdasarkan pengajuan dari Desa Teluk, ini juga sama halnya tidak adanya azas kecermatan dan kehati-hatian yang dilakukan oleh disdukcapil pandeglang, dan dugaan kuat bahwa adanya kedekatan antara perangkat/staf desa teluk dengan staf disdukcapil untuk memudahkan perubahan administrasi dalam hal ini pemalsuan dokumen.

"Dan saya menduga bahwa tidak menutup kemungkinan Pemerintah Desa di Pandeglang akan atau pernah melakukan hal yang sama. Oleh karena itu Sudah sepatutnya dengan kejadian ini, pemerintah kabupaten pandeglang, melakukan reformasi birokrasi dan memberantas oknum-oknum yang telah melakukan perbuatan melawan hukum, guna terciptanya Pemerintah yang Good and Clean Governance," ujarnya.

Satria Pratama juga mendukung Kejaksan Negeri Pandeglang untuk mengusut tuntas dan melakukan pengembangan perkara dengan melihat fakta persidangan dan keterangan saksi-saksi, Satria percaya bahwa Kejaksaan Negeri Pandeglang professional dan memiliki kapabilitas yang baik. 

"Sementara kasus ini sedang dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri Pandeglang, Kita menunggu proses persidangan dulu, sampai adanya putusan pengadilan yang bersifat inkracht," pungkas Satria.***

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama