Diduga Karena Sikap BPN Mendua, Kasus Tumpang Tindih Lahan Tak Kunjung Selesai


MenaraToday.com, Kalbar - BPN sebagai sebuah institusi berwenang di bidang pertanahan diharapkan hendaknya dapat bertindak tegas dan bijak dalam menangani kasus pertanahan. Jika tidak maka tentu akan berdampak negatif bagi pihak pihak yang sedang mengalami kasus pertanahan.

Seperti yang terjadi dalam kasus tumpang tindih lahan antara PT.REJEKI KENCANA dengan KELOMPOK TANI DARAT JAYA di desa Kampung Baru kecamatan Kubu kabupaten Kubu Raya Kalimantan Barat. Walau kasus sudah berjalan lebih dari enam tahun namun faktanya belum juga menunjukkan tanda tanda berakhir. Disinyalir karena sikap BPN KANWIL PROPINSI KALBAR yang mendua.

Pada kasus ini PT.REJEKI KENCANA mengantongi dasar hukum sertifikat HGU nomor 05 tahun 2009, sedangkan masyarakat KELOMPOK TANI DARAT JAYA berdasarkan surat penyerahan lahan dari kepala desa KAMPUNG BARU tahun 1991 diikuti dengan surat surat  rekomendasi dukungan usaha yang dikeluarkan kepala desa KAMPUNG BARU berikutnya hingga yang menjabat tahun 2021. oleh BPN dinyatakan dokumen kedua belah pihak diakui legalitasnya. Sehingga berakibat  persoalan pun menjadi berkepanjangan karena  masing-masing pihak merasa dokumen nya lah yang paling benar . Aktivis LSM TIM INDEPENDEN PENGAWASAN PRODUKSI DAN INDUSTRI ( TIPPI ) KALBAR ARPAN yang sudah lama mengamati perjalanan kasus ini ketika dimintai komentarnya mengatakan, berdasarkan hasil diskusi beberapa kawan LSM menyimpulkan diduga kuat masyarakat kelompok tani Darat Jaya sebenarnya sudah menjadi korban kelompok mafia lahan. Indikasi nya cukup jelas terlihat, yaitu pertama merampas lahan masyarakat kelompok tani Darat Jaya yang berada di desa Kampung Baru dengan cara berdalih bahwa lahan masyarakat itu merupakan bagian dari lahan HGU hanya dengan bermodalkan gambar peta wilayah desa KAMPUNG BARU yang ikut disisipkan kedalam gambar peta lokasi dari sertifikat HGU tersebut . Padahal sebenarnya nama desa Kampung Baru tidak ada disebutkan sebagai wilayah lahan HGU.  Berdasarkan surat keputusan KEPALA BPN RI nomor 157/HGU/BPN RI/2009 yang merupakan dasar hukum dari penerbitan sertifikat HGU PT.REJEKI KENCANA nomor 05 tahun 2009  dinyatakan lokasi lahan HGU terletak di kawasan DESA TRANSMIGRASI JANGKANG SATU, JANGKANG DUA, TELUK NANGKA dan SUNGAI DUNGUN.   Jadi kesimpulannya jika diperhatikan pada sertifikat HGU PT.REJEKI KENCANA nomor 05 tahun 2009 ini akan terlihat data sebagai berikut yaitu pada halaman depan sertifikat  menyatakan bahwa letak lahan HGU berada di kawasan DESA TRANSMIGRASI JANGKANG SATU, JANGKANG DUA, TELUK NANGKA DAN SUNGAI DUNGUN saja.Namun pada bagian gambar peta lokasinya, selain gambar peta wilayah empat desa seperti yang disebutkan diatas juga ditambahkan peta wilayah desa Kampung Baru tadi . Hanya saja nama desa Kampung Baru nya sengaja tidak dituliskan. Hal ini diduga bertujuan untuk menjaga agar nama nama desa yang tertera di bagian halaman depan sertifikat HGU dan yang tertera di bagian halaman gambar peta lokasinya jika dihitung maka jumlah namanya tetap sama  yaitu empat nama desa. Padahal jika dihitung berdasarkan jumlah gambar peta wilayah desanya maka akan ketahuan ada lima gambar peta wilayah desa yang terdapat didalam gambar peta lokasi pada sertifikat tersebut. 

Sebenarnya jika berdasarkan aturan hukum pertanahan hal ini dapat dikatakan termasuk kategori cacat administrasi,namun pertanyaan nya mengapa persoalan cacat administrasi pada sertifikat HGU nomor 05 tahun 2009 ini yang sudah diketahui BPN kanwil propinsi Kalbar sejak tahun 2015 silam hingga sekarang memasuki tahun 2022  tidak juga diselesaikan sesuai aturan hukum yang berlaku. 

Pada tahun 2015 itu pihak BPN kanwil Propinsi Kalimantan barat sudah pernah melakukan pengukuran terhadap lahan kelompok tani Darat Jaya di desa Kampung Baru. Dan kemudian  mengeluarkan berita acara hasil pengukuran yang salah satu poinnya menyatakan lahan kelompok tani Darat Jaya didesa Kampung Baru masuk ke dalam wilayah lahan HGU PT.Rejeki Kencana. "Sebenarnya pernyataan ini saja sudah menunjukkan kejanggalan" ungkap Arpan. Sudah jelas desa Kampung Baru tidak masuk sebagai wilayah lahan HGU lalu mengapa lahan kelompok tani Darat Jaya didesa Kampung Baru yang di nyatakan masuk kedalam wilayah lahan HGU . Seharusnya lahan HGU lah yang hendaknya dinyatakan masuk ke wilayah lahan usaha masyarakat kelompok tani Darat Jaya. 

Selain itu pada tahun 2015 kepala desa Kampung Baru juga  sudah pernah menyurati BPN yang isinya antara lain memberitahukan BPN bahwa desa Kampung Baru tidak termasuk wilayah lahan HGU. Dan didesa Kampung Baru banyak terdapat lahan masyarakat termasuk lahan kelompok tani Darat Jaya. Serta meminta BPN meninjau ulang sertifikat HGU PT Rejeki Kencana nomor 05 tahun 2009 karena diduga kuat cacat administrasi. Berikutnya juga ada surat Camat Kubu dan surat BUPATI  KUBU RAYA yang ditujukan ke BPN provinsi Kalbar dimana isinya kurang lebih senada dengan surat kepala desa KAMPUNG BARU yaitu meminta agar BPN meninjau ulang sertifikat HGU nomor 05 tahun 2009.   Namun dalam hal ini BPN sepertinya berupaya mengalihkan persoalan dengan tidak merespon langsung permintaan tersebut.

Upaya yang dilakukan BPN kanwil propinsi Kalbar untuk menyelesaikan kasus ini hanyalah meminta kedua belah pihak bertikai untuk bermusyawarah dan memberikan beberapa arahan kepada PT.REJEKI KENCANA agar memenuhi kewajibannya selaku pemegang HGU. "Menurut kami langkah yang dilakukan BPN itu seperti langkah penyelesaian yang bersifat basa basi saja.. atau bisa juga dibilang BPN kanwil propinsi Kalbar lempar batu sembunyi tangan." Kata Arpan. Karena langkah penyelesaian seperti ini menggambarkan bahwa seolah olah persoalan utama yang ingin ditonjolkan itu adalah persoalan SENGKETA TUMPANG TINDIH LAHAN nya antara PT.REJEKI KENCANA dan KELOMPOK TANI DARAT JAYA. Padahal yang bermasalah itu  sebenarnya justeru adalah pihak BPN sendiri. Yaitu tidak berupaya menyelesaikan persoalan cacat administrasi pada sertifikat HGU nomor 05  tahun 2009 tersebut. Selanjutnya setelah berhasil merampas lahan masyarakat melalui sertifikat HGU tadi maka kemudian sertifikat HGU itu lalu dijadikan agunan kredit di Bank . Dengan demikian berarti lahan masyarakat sudah ikut pula dijadikan  agunan kredit di bank tanpa sepengetahuan dari masyarakat itu sendiri. Dan hal hal inilah yang semakin memperkuat dugaan  bahwa ada kekuatan kelompok mafia lahan yang bermain dalam kasus ini. Mengakhiri komentar nya ARPAN menyarankan agar sebaiknya pihak BPN PUSAT segera turun tangan mengambil alih kasus yang ditangani oleh BPN PROVINSI KALBAR ini . Karena sudah terbukti kasus yang sudah terang benderang pokok masalah nya  namun tetap saja tidak mampu diselesaikan BPN kanwil propinsi Kalbar.Apakah hal ini memang disengaja atau tidak tentu hanya mereka yang tahu. Yang jelas jika hal ini tetap dibiarkan maka tentu akan berdampak buruk bagi citra instansi BPN itu sendiri dan sudah selayaknya hal ini mendapat perhatian dari pihak pihak yang berwenang.(Gun)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama