Acara Perpisahan Di SMPN 2 Lelea, Diduga Jadi Ajang Pungli

MenaraToday.Com - Indramayu :

Acara perpisahan siswa kelas IX SMP Negeri 2 Lelea, diduga jadi ajang pungli bagi oknum guru di sekolah tersebut. 

Pasalnya sebelum pelaksanaan acara perpisahan ini setiap murid diminta uang perpisahan sebesar Rp. 380 ribu rupiah. 

"Sebelumnya pihak sekolah mengundang orang tua/wali murid dan disana dibahas biaya perpisahan sebesar Rp. 380 ribu per siswa dengan alasan untuk biaya dekorasi, toga, konsumsi, dokumentasi dan sebagainya. Sebagai orang tua dan wali murid sebenarnya kami keberatan dengan biaya sebesar itu tapi kami seakan dipaksa untuk menuruti pihak sekolah dimana jika siswa memiliki tabungan di sekolah ya tabungannya di potong sebesar Rp. 380 ribu" Ujar salah seorang wali murid saat berbincang dengan kru MenaraToday.Com, Sabtu (2/6/2023). 

Terpisah, Ketua Panitia perpisshan, Trinoridagus saat dikonfirmasi membenarkan adanya pengutipan sebesar Rp. 380 ribu

"Benar Uang perpisahan tersebut dibebankan kepada orang tua/wali siswa sebesar Rp 380.000 ribu/siswa. Serta ditentukan batas akhir pengumpulan biayanya, itu juga sebelumnya sudah dimusyawarahkan pihak sekolah dan orang tua siswa, karena sudah 3 tahun acara perpisahan tidak ada akibat pandemi jadi tahun ini pihak sekolah merayakannya" ungkap  Trinorida Agus kepada wartawan. 

Hal yang sama juga dibenarkan Masudi, Ketua Komite SMP Negeri 2 Lela. 

"Masalah pungutan uang perpisahan yang dilakukan oleh pihak sekolah SMPN 2 Lelea itu sudah ada kesepakatan bersama baik dari pihak sekolah dan orang tua siswa sebelum ada perencanaan perpisahan kami pihak sekolah sudah mengundang dan memusyawarahkannya, kalau pihak sekolah meminta atau sumbangan untuk perpisahan siswa sebesar itu emang benar, tapi pihak sekolah tidak memaksa dan seikhlasnya" Jelas Masudi. 

Diterangkan dalam ketentuan Pasal 9 Ayat (1) Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012 Tentang Pungutan dan Sumbangan Biaya menyebutkan satuan pendidikan dasar dan menengah yang diselenggarakan Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah dilarang memungut biaya.

Kemudian dalam Pasal 181 huruf di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 menyebutkan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, baik Perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan baik secara langsung maupun tidak langsung yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

Acara perpisahan bukan bagian dari proses belajar mengajar di sekolah. Alasan pihak sekolah untuk mengakomodir keinginan dari sejumlah orang tua/wali siswa untuk melaksanakan acara perpisahan tentu tidak dapat diterima secara logika ini sudah jelas melanggar.

Kabid SMPN kabupaten Indramayu Ety Saat dimintai keterangan melalui via whatsapp oleh media, ia tidak memberikan respon dan tanggapan apa-apa diam seolah tutup mata dan telinga hingga berita ini ditayangkan.

Sebenarnya tidak harus dan tidak wajib acara perpisahan dengan bermewah-mewah dan atau yang memberatkan orang tua siswa, karena tidak semua orang tua mampu menanggung beban atau biaya perpisahan yang tidak rasional itu.

Sekolah selalu beralologi dan beralibi itu sudah kesepakatan orang tua dengan Komite Sekolah. Itu soalnya.

Padahal yang sepakat dengan biaya perpisahan sekolah itu sedikit saja pada orang tua siswa, Jadi semua keputusan atas nama urun rembug sekolah, Komite Sekolah dan segelintir orang tua yang dijadikan dasar pungutan itu merupakan konspirasi bisnis sekolah. Celakanya, Disdik dan kabid pura-pura tidak tahu menahu soal itu.

Dalam UU Sisdiknas tidak ada keharusan dan atau kewajiban sekolah untuk menggelar acara perpisahan seperti hajatan atau pesta. Itu soalnya hanya yang punya logika dan akal waras saja, sekolah tidak harus serta merta yang namanya acara perpisahan seperti pesta, sewa gedung dan makan-makan atau Snake segala rupa.

Perpisahan bisa dilakukan di sekolah masing-mading dengan apa adanya, tetapi tetap khidmat dan mempunyai makna kenangan dalam perpisahan.

Tetapi, karena persoalannya itu sudah merupakan bisnis sekolah yang dilegitimasi Komite Sekolah, sehingga tidak dikatakan itu sebuah kejahatan atas nama pendidikan, padahal itu harus disebut sebuah kejahatan yang konspiratif.  (Tim)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama