Dugaan Aset Desa Tak Transparan, Kades Karangsari Tegaskan TKD Bukan Urusan Publik, Progam Stunting Juga Jadi Pertanyaan.

MenaraToday.Com - Malang :

Kepala Desa Karangsari, Deni, memantik kontroversi usai menyatakan bahwa Tanah Kas Desa (TKD) adalah hak mutlak milik desa dan tidak perlu dipertanyakan oleh pihak luar. 

“Kalau urusan Dana Desa (DD) silakan dikawal, tapi kalau TKD itu mutlak milik desa,” ujar kades Karangsari saat di wawancarai wartawan, Senin (23/6/2025)

Dugaan Aset Desa Tak Transparan,Kades Karangsari Tegaskan TKD Bukan Urusan Publik, progam stunting juga jadi pertanyaan. 

Deni menyebut pengelolaan TKD saat ini hanya meneruskan kebijakan dari Kepala Desa sebelumnya. 

"Dari total sekitar 49 hektare TKD, ia hanya mengelola sekitar 5 hektare, sebagian lahan yang kurang produktif oleh pihak desa pengelolaan nya diserahkan kepada masyarakat digarap tanpa pungutan, artinya di era saya tidak dipungut biaya alias gratis” imbuhnya.

Masih Kepala Desa eks Bengkok yang 10 hektar di kasihkan ke warga dengan gratis, anehnya 10 hektar tersebut di berikan ke tetangga desa tepatnya  Desa Wonokerto, 

"Karena warga Karang Sari sudah kaya kaya tidak mau mengelola juga lokasi jauh". ucap Kades Karang Sari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang Jawa Timur. 

Namun pernyataan tersebut justru membuka keraguan publik mengenai transparansi dan akuntabilitas pengelolaan TKD, yang notabene merupakan aset desa dan termasuk dalam kategori Pendapatan Asli Desa (PAD).

Anggaran Stunting Dipertanyakan, Jawaban Kades Justru Lempar Tanggung Jawab, 

Saat ditanya terkait program penanganan stunting, Deni langsung memanggil Kasi Pelayanan dan Bendahara Desa. Dijelaskan bahwa dana sebesar Rp17,5 juta per dua bulan diserahkan langsung ke bidan desa sebagai pelaksana program.

Namun saat awak media meminta rincian penggunaan dana tersebut, Kasi Pelayanan dengan tegas menjawab, “Untuk honor,” tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Kades menambahkan, “Tanya saja ke penerima anggarannya, yaitu bidan desa.”

Ketua BPD Karangsari (Sibaweh), membenarkan bahwa seluruh anggota BPD sebanyak tujuh orang mendapat bagian garapan TKD seluas satu hektare. Hasil panennya dibagi, meskipun tidak merata. 

“Memang sedikit, tapi kami bersyukur desa masih memperhatikan BPD,” ujarnya.

Namun, warga menyampaikan hal berbeda. Mereka mengaku bahwa di era sebelumnya, hasil panen TKD juga dibagikan ke masjid desa. Kini, kebijakan itu sudah tidak berlaku. Warga juga menyoroti bahwa sebagian besar TKD dikuasai oleh pihak luar, termasuk pengusaha rokok, dengan beberapa lahan ditanami tembakau yang kini terancam gagal panen.

Warga juga menyinggung kejanggalan jumlah perangkat desa. “Katanya yang di-SK-kan cuma empat orang. Lalu, bagaimana dengan pembagian gaji perangkat lainnya?” tanya seorang warga.

Investigasi media menunjukkan bahwa TKD Karangsari ditanami tebu dalam skala besar dengan kondisi tanaman yang baik. Warga memperkirakan nilai panen bisa mencapai Rp2 miliar. Namun, dalam dokumen APBDes, tercatat PAD hanya Rp850 juta—seluruhnya diklaim berasal dari TKD.

Tidak ditemukan rincian sumber PAD lain, dan selisih potensi pendapatan hingga miliaran rupiah tidak tercatat dalam laporan resmi. Ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai ke mana sebenarnya aliran uang dari TKD tersebut.

Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 76 ayat (1), tanah kas desa adalah aset milik desa yang digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat. Sementara Pasal 27 mengamanatkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif dalam pengelolaan keuangan desa.

Permendagri No. 1 Tahun 2016 juga memperkuat bahwa aset desa harus dikelola dan dipertanggungjawabkan secara tertib administratif dan hukum.

Jika benar terdapat penyimpangan penggunaan aset desa hingga berpotensi menimbulkan kerugian negara, maka hal ini dapat masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur dalam Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001.

Melihat adanya selisih signifikan antara potensi dan realisasi pendapatan dari TKD, publik menuntut agar Inspektorat Daerah, APIP, bahkan Kejaksaan atau KPK segera turun tangan untuk melakukan audit mendalam terhadap pengelolaan keuangan dan aset Desa Karangsari.

Jika ditemukan indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kerugian keuangan negara, maka penegakan hukum wajib dilakukan demi menjaga kepercayaan publik terhadap tata kelola desa yang bersih dan berkeadilan. (Bonong)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama