MenaraToday.Com - Pandeglang :
Gelombang sampah kembali menguasai Pantai Teluk Labuan. Setiap kali musim pancaroba datang, bibir pantai yang seharusnya menjadi tempat warga mencari udara segar justru berubah menjadi bentangan panjang sampah yang menggunung. Secara geografis, Teluk Labuan berada di zona tangkapan material dari daratan, membuat wilayah ini kerap menjadi muara kiriman sampah dari berbagai penjuru. Aktivitas wisata dan pelabuhan di sekitarnya turut memperparah kondisi itu.
Sistem pengelolaan seperti bank sampah maupun fasilitas tempat pengolahan sampah reduce, reused, recycle (TPS3R) sebenarnya sudah ada dan dinilai mampu membantu mengurangi volume sampah pesisir. Namun, tanpa dukungan regulasi, infrastruktur, dan anggaran memadai dari pemerintah, upaya tersebut tak berjalan optimal.
Kepala Desa Teluk, Sofyan Hadi, mengaku pihaknya memilih tidak melakukan pembersihan massal untuk sementara waktu. Ia menilai, pengangkutan sampah justru sia-sia selama cuaca buruk dan musim pancaroba masih berlangsung.
“Biarin aja dulu, karena percuma jika sampah-sampah itu kami bersihkan sekarang pasti akan begitu lagi selama musim pancaroba ini belum berakhir,” ujar Sophian Hadi kepada menaratoday.com, Sabtu (15/11/2025).
"TPS3R di desa teluk memang ada tapi kan harus ada anggaran dan SDM untuk mengoperasikan alatnya," sambungnya.
Pantauan di lapangan menunjukkan kondisi yang memprihatinkan. Tumpukan sampah membentang lebih dari 100 meter sepanjang garis pantai. Gunungan itu terdiri dari berbagai jenis limbah, mulai dari kemasan detergen, plastik mie instan, kemasan air mineral, sisa kelapa muda, ranting, kayu, hingga kain bekas. Semuanya menumpuk tinggi, menciptakan pemandangan muram di tengah kawasan pesisir yang seharusnya menjadi ruang publik nan bersih.
Namun di tengah hamparan sampah, dua bocah setempat, Wijaya (10) dan Hakim (10) tetap bermain riang. Mereka berlarian, saling melempar botol plastik bekas tanpa menghiraukan risiko benda tajam yang mungkin tersembunyi di balik sampah.
“Tempat main di sini. Kaki saya juga pernah nginjak pecahan kaca,” kata Hakim sambil menunjukkan bekas luka di telapak kakinya.
“Di sini gak ada tempat bermain. Anak pantai, mainnya ya di pantai,” timpal Wijaya.
Pada 2023, Pantai Teluk Labuan sempat jadi sorotan nasional setelah komunitas Pandawara, kelompok anak muda yang aktif membersihkan lokasi-lokasi penuh sampah melakukan aksi pembersihan besar-besaran. Dalam hitungan hari, pantai kembali tampak bersih. Namun harapan itu tak bertahan lama. Setahun berselang, gunungan sampah muncul kembali, bahkan lebih parah.
Bagi warga, fenomena ini bukan hal baru. Andri (26), warga Desa Teluk, meyakini sebagian besar sampah merupakan kiriman dari luar wilayah.
“Kalau musim hujan, air dari sungai bawa semua sampah ke laut, terus balik lagi ke pantai. Sampahnya dari mana-mana, bukan cuman dari sini,” tuturnya.
Ia mengaku belum melihat langkah konkret dari pemerintah untuk menyelesaikan persoalan ini. Pembersihan pantai, kata Andri, hanya dilakukan sesekali dan cenderung bersifat seremonial.
“Dibersihin nya pas ada acara aja. Gak cukup lah. Sampahnya kan datang terus, tiap hari,” ucapnya.
Masalah sampah di Teluk Labuan tampaknya bukan sekadar persoalan teknis, melainkan juga kebijakan. Tanpa dukungan anggaran, regulasi yang berpihak, serta komitmen jangka panjang, kawasan ini akan terus menghadapi siklus kiriman sampah setiap musim pancaroba. (ILA)
