MenaraToday.Com - Malang :
Penangkapan dua warga berinisial DNT, warga Kecamatan Bantur, dan SLM, warga Kecamatan Gedangan, oleh Polsek Gedangan, Polres Malang, atas dugaan perusakan hutan di Petak 94 F KRPH Bantur, menyisakan lebih banyak pertanyaan.
Kedua terduga diamankan dengan dugaan pemotongan sembilan pohon kayu hutan. Namun hingga kini, informasi resmi terkait kronologi kejadian, saksi di lokasi, serta siapa pihak pelapor sebenarnya, justru terkesan tertutup dan saling bertentangan.
Pelapor Simpang Siur, Publik Dibuat Bingung Kejanggalan pertama muncul dari perbedaan keterangan pelapor.
Saat dikonfirmasi awak media melalui pesan WhatsApp, Kapolsek Gedangan AKP Slamet Subagyo, S.Sos menyebut pelapor adalah anggota kepolisian.
“Pelapornya anggota kita , Pak,” tulis AKP Slamet.
Namun pernyataan tersebut bertolak belakang dengan keterangan ADM Kelik Djatmiko, yang menegaskan bahwa pelapor dalam kasus ini adalah pejabat Polisi Hutan (Polhut) KRPH Bantur.
Perbedaan keterangan ini memunculkan dugaan kuat adanya ketidakselarasan informasi di internal penegak hukum, sekaligus memantik kecurigaan publik: siapa sebenarnya pelapor utama dalam perkara ini?
Pelaku Lapangan Ditangkap, Aktor Utama Dipertanyakan.
Penangkapan DNT dan SLM menimbulkan pertanyaan lanjutan. Pasalnya, pemotongan kayu hutan—terlebih kayu jati—lazimnya tidak berdiri sendiri. Aktivitas tersebut umumnya melibatkan pemesan, penadah, atau pemodal yang hingga kini belum terungkap ke publik.
Jika benar terdapat sembilan pohon kayu yang ditebang, publik mempertanyakan, Ke mana kayu tersebut akan dibawa? Siapa yang memesan atau menampung hasil tebangan? Apakah hanya dua orang ini yang bekerja, atau ada jaringan yang lebih besar?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi apakah penyidik telah menelusuri alur distribusi kayu, termasuk dugaan adanya “bos kayu jati” yang berpotensi berada di balik kasus ini.
Pasal Perusakan Hutan Dipersoalkan
Penerapan pasal perusakan hutan juga menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai, tanpa kejelasan status kawasan, alat yang digunakan, serta pola kerja pelaku, penetapan pasal dapat berpotensi tidak tepat sasaran dan hanya menyasar pelaku lapangan.
Jika penegakan hukum berhenti pada pekerja lapangan semata, maka akar persoalan perusakan hutan berisiko terus berulang.
Desakan Transparansi Aparat
Minimnya informasi resmi dan perbedaan keterangan antar pejabat berwenang menimbulkan kesan bahwa kasus ini belum dibuka secara terang benderang kepada publik.
Masyarakat mendesak Kanit Reskrim polsek gedangan Polres Malang dan Perhutani agar membuka secara jelas siapa pelapor sebenarnya. Menyampaikan kronologi kejadian secara utuh Mengungkap kemungkinan adanya aktor intelektual. Menjamin penegakan hukum tidak tebang pilih.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum: apakah penanganan perusakan hutan benar-benar menyasar pelaku utama, atau kembali berhenti pada mereka yang berada di lapisan terbawah.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Polsek Malang khusus nya kanit Reskrim polsek gedangan Aiptu Zuhdy yahya belum memberikan keterangan lanjutan diduga kuat bungkam. (Bonong)

