MenaraToday.Com - Labura :
Praktik pelayanan publik di Desa Damuli Pekan, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhanbatu Utara, provinsi Sumatera Utara menuai sorotan tajam. Proses penandatanganan surat tanah di kantor desa tersebut diduga dibarengi dengan kutipan biaya administrasi (Adm) yang patut diduga tidak memiliki dasar hukum jelas.
Hal ini dialami oleh Ricki Chaniago, warga Desa Damuli Pekan, Ricki Chaniago menyayangkan sikap oknum perangkat desa yang dinilai bertentangan dengan semangat reformasi birokrasi dan regulasi desa yang berlaku. Selasa, (16/12/2025)
Kejadian bermula saat Ricki Chaniago mendatangi Kantor Desa Damuli Pekan untuk mengurus tanda tangan surat tanah orang tuanya. Karena Kepala Desa (Kades) sedang tidak di tempat, Ricki melakukan koordinasi via telepon. Meski Kades awalnya mengizinkan berkas dititipkan kepada staf, namun oknum staf di kantor justru mempersulit dengan dalih meminta "uang Adm".
"Setelah saya telepon kembali sesuai instruksi staf, ujung-ujungnya diminta uang Adm. Saya tidak mengerti dasar aturannya apa. Saat saya keberatan, staf malah bilang 'Kalau gak abang yang menekan (tanda tangan) langsung', itu kan tidak sopan," ujar Ricki.
Praktik permintaan uang administrasi tanpa dasar hukum yang jelas ini diduga kuat melanggar beberapa regulasi.
Terutama, UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa yang Menegaskan bahwa penyelenggaraan pemerintahan desa harus berdasarkan asas kepastian hukum, tertib penyelenggaraan pemerintahan, dan kepentingan umum. Kades dan perangkat desa dilarang menyalahgunakan wewenang dan melakukan pungutan di luar ketentuan peraturan desa.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2014 juga Menyebutkan bahwa segala bentuk pungutan desa harus ditetapkan melalui Peraturan Desa (Perdes). Tanpa Perdes yang mengatur secara rinci mengenai biaya layanan publik, kutipan tersebut dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli). UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik juga Melarang penyelenggara pelayanan publik memungut biaya di luar yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
Jika merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar, tindakan meminta imbalan uang untuk pelayanan yang seharusnya gratis dapat dijerat pidana.
Hal ini diperkuat dengan Pasal 423 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengancam pegawai negeri (termasuk perangkat desa) yang menyalahgunakan kekuasaan untuk menguntungkan diri sendiri dengan meminta pembayaran.
Kejadian di Desa Damuli Pekan ini menjadi alarm bagi Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara. Ricki Chaniago mendesak Inspektorat dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) untuk mengevaluasi prosedur pelayanan di desa tersebut.
Hingga berita ini dimuat, Kepala Desa Damuli Pekan belum memberikan penjelasan resmi mengenai landasan hukum "uang ADM" yang ditagihkan oleh stafnya kepada warga. (Ngatimin)
