Keterangan Gambar : Warga Desa Gunungmalang yang mengais rezeki dengan menambang pasir di kaki Gunung Desa Gunungmalang, Situbondo (Foto : Sholeh) |
Menara
Today.com, Situbondo :
Dalam wujud
kehidupan di pedesaan sebagian masyarakat untuk bertahan hidup dengan mencari
nafkah berupa menambang pasir Sungai di bawah kaki Gunung
secara tradisional menggunakan alat cangkul, karung bekas kantong beras,
ayakan, plat seng di Dam Nangger Desa Gunungmalang Kecamatan Suboh. Senin
pagi, (27/7/2020).
Keterangan Gambar : Ibu Sup Satria yang menggantungkan hidup dengan menambang pasir (Foto : Sholeh) |
Dengan alat
sederhana berupa plat seng, Ibu Sup Satria mengeruk pasir, kedua tangannya
kemudian mengangkat alat kerukan berisi pasir itu dari dasar sungai. Ia lantas
memasukkan batu-batu kecil ke ayakan dan menumpuk batu disebelah tumpukan
pasir, sedangkan pasir yang sudah diayak masih terendam diambil dikeruk dengan
plat seng, saat pasir sudah penuh dalam karung sak bekas kantong beras, Ibu Sup
Satria mengangkutnya pasir basah tersebut sambil melewati aliran sungai jalanan
berbatu licin untuk ditimbun di tanah lapang diatas pinggir jalan setapak Dam Nangger.
Sepanjang hari
mengumpulkan pasir sungai, saat timbunan pasir sungai tampak menggunung, ia
mulai menunggu pembeli yang datang siap membeli pasir hasil galiannya yang
biasanya diangkut mobil pick-up. Profesi penambang pasir seperti Ibu Sup Satria
banyak ditemukan sekitar antara Desa Gunungmalang dan Desa Mojodungkol,
Kecamatan Suboh. Mereka mencari nafkah dengan menambang pasir secara
tradisional.
Baginya itu
merupakan makanan setiap harinya demi bertahan hidup, terlihat harus menahan
dingin karena harus berjam-jam merendam di air aliran sungai kaki pegunungan
untuk mengisi karung sampai penuh, mulai pagi sampai siang tepatnya saat Adzan Zuhur terdengar dikumandang pekerjaannya dihentikan untuk melaksanakan Sholat Zuhur.
Dari hasil
penjualan pasir sungai, setiap tiga hari sekali ia mampu membawa pulang uang
Rp. 200.000 hingga Rp. 300.000 perpick-up untuk kelangsungan hidup keluarganya,
adapun suaminya bekerja sebagai kuli bangunan.
Saat
diwawancarai awak media, Ibu Sup Satria mengatakan, "Saya biasanya mulai
mencari pasir pada pagi hingga siang saat dhuhur, akan tetapi saya tidak
seperti penambang pasir yang lainnya bisa terus-menerus mengeruk pasir
harus berendam di air dengan waktu yang cukup lama. Sedangkan saya setiap 1
hingga 2 jam mesti mentas (keluar dari sungai) untuk istirahat," jelasnya
sebagai pekerja penambang pasir tradisional.
Kemudian Ibu
Sup Satria melanjutkan penjelasannya, "Selama ini saya sudah punya
pelanggan yang rutin mengambil pasir. Pasir satu pick-up harganya Rp 200.000
sampai Rp. 300.000 tergantung musimnya, kalau musim kemarau harganya bisa
mahal." imbuhnya. (Sholeh)