MenaraToday.Com -
Jakarta :
Merasa kesulitan
dan alami hambatan untuk membuka program studi umum dan terapan, 10 Rektor
Universitas Islam Negeri (UIN) temui pimpinan DPD RI. Dalam pertemuan di rumah
dinas Ketua DPD RI itu, 10 kampus tersebut berharap mendapat jalan keluar
melalui kerja konkret para Senator.
“Kami terus
terang sangat berharap kepada DPD RI, setelah kami melihat sendiri bagaimana
perjuangan DPD RI yang berhasil membantu peningkatan status 9 kampus IAIN
menjadi UIN. Nah sekarang giliran kami, kampus UIN lama, yang mengalami hambatan
dalam membuka prodi umum di kampus kami,” ungkap Prof. Fauzul Imam, yang
didapuk sebagai juru bicara 10 kampus UIN, Minggu (23/8/2020).
Dikatakan
Fauzul, beberapa kampus UIN kesulitan membuka prodi ilmu sosial dan sains yang
berbasis terapan. Mereka hanya bisa membuka prodi umum ilmu induk. Padahal ilmu
terapan lebih dibutuhkan dalam menjawab tantangan jaman. “Dan hal itu sesuai
dengan kebutuhan dan minat masyarakat. Dan niat kami memang memadukan antara
ilmu agama dan sains,” urai Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten itu.
Sementara itu,
Rektor UIN Imam Bonjol Padang, Prof. Eka Putra Wirman mengungkapkan seharusnya
tidak ada perbedaan antara Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dengan Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), selama statusnya sama-sama universitas.
Seperti halnya Madrasah Ibtidaiyah (MI) setara dengan SD, Madrasah Tsanawiyah
(MTs) setara dengan SMP, dan Madrasah Aliyah (MA) setara dengan SMA.
“Padahal kalau
mau jujur, PTN yang ada sekarang tentu tidak mampu menampung semua anak bangsa
yang ingin belajar di fakultas-fakultas ilmu terapan yang ada. Dan kami, UIN,
selain tersebar merata di hampir semua provinsi, biaya pendidikan di UIN
relatif lebih murah dan terjangkau bagi peserta didik di daerah, tanpa
mengurangi mutu. Karena kami rata-rata juga terakreditasi A dan B. Ini
seharusnya faktor yang juga harus dilihat,” tukas Eka.
Atas hal itu,
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta masing-masing kampus membuat
daftar masalah yang dihadapi, untuk kemudian diserahkan kepada Komite III yang
membidangi pendidikan. “Nanti dari situ akan kami telaah, dan kami petakan. Di
tataran kebijakan akan menjadi ranah pimpinan, dan di tataran fraksis akan
menjadi tugas teknis Komite III,” tandasnya.
Senada dengan
LaNyalla, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono menyakini apa yang diperjuangan
kampus UIN akan terwujud. Selama tolok ukurnya berdasarkan kebutuhan. Seperti
halnya IAIN meningkat status menjadi UIN karena kebutuhan. Begitu pula UIN
membuka prodi ilmu terapan, juga harus karena kebutuhan.
Ditambahkan
Nono, memang harus ada proses untuk itu. Seperti yang pernah ia alami saat
menjadi Gubernur Akademi TNI, untuk memperjuangkan kesamaan derajat antara
lulusan Akademi Militer dengan Strata S1. “Alhamdulillah akhirnya bisa.
Kuncinya harus berdasarkan kebutuhan. Dan saya pikir, Presiden Jokowi berulang
kali menekankan pentingnya kualitas SDM Indonesia untuk dapat melakukan
lompatan. Itu saya kira salah satu kebutuhan,” ujarnya.
Di tempat yang
sama, Ketua Komite III DPD RI Sylviana Murni optimis Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nadiem Makarim dapat memahami niat kampus-kampus UIN untuk membuka
prodi ilmu terapan. Mengingat Mendikbud telah meluncurkan program ‘Merdeka
Belajar: Kampus Merdeka’, bagi perguruan tinggi.
“Program
tersebut memberikan otonomi bagi PTN maupun swasta yang berakreditasi A dan B
untuk membuka prodi baru. Dengan titik tekan, prodi yang sesuai kebutuhan masa
depan. Dan akan dipermudah, apabila kampus tersebut telah menjalin kerjasama
dengan organisasi dunia atau 100 kampus terbaik dunia. Saya pikir UIN lebih
mudah bekerja sama dengan kampus seperti Al-Azhar dan lainnya kan,” tukas
Senator asal DKI Jakarta itu. (Efrizal)