MenaraToday.Com - Tulungagung :
Kemerosotan
moral generasi muda dan mentalitas para pejabat yang mengutamakan golongan dan
kelompoknya, menjadi sorotan Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti.
Sorotan itu disampaikan dalam orasi ilmiah di IAIN Tulungagung, dalam Rapat
Senat Terbuka pengukuhan guru besar Profesor Munardji, Rabu (9/9/2020).
Dikatakan,
Islam menganggap penting pendidikan akhlak dan adab. Karena akhlak melandasi
cara kita berpikir dan berbuat. Sedangkan adab melandasi cara kita melaksanakan
pikiran dan perbuatan kita itu, atau cara kita bertindak.
“Bagi dunia
Islam, tidak ada artinya orang kaya tapi miskin akhlak. Atau orang cerdas, tapi
miskin adab. Karena hanya akan menimbulkan kerusakan di muka bumi. Meskipun
tidak otomatis negara yang mayoritas penduduknya muslim, lantas berakhlak dan
beradab. Tetapi Islam mengajarkan pentingnya kedua hal tersebut,” tukasnya.
Karena nilai
tersebut bersifat universal, lanjutnya, maka kita sering merasakan dan melihat
perilaku Islami di negara-negara non-muslim. Seperti bisa kita lihat di
Norwegia, Finlandia, Swiss, atau di Selandia Baru dan Jepang. Masyarakatnya begitu
tertib dan beretika. Sehingga negara-negara tersebut selalu berada di peringkat
10 besar survei negara dengan indek kebahagiaan dan kemakmuran.
Artinya,
lanjut Senator asal Jawa Timur itu, akhlak dan adab menjadi bagian penting dari
tercapainya welfare state. Karena akhlak dan adab telah menyatu menjadi bagian
dari wajah bangsa. Termasuk menyatu dalam diri para pemegang kekuasaan dan
jabatan. Sehingga negara berhasil mengambil peran penting dalam perlindungan
dan pengutamaan kesejahteraan ekonomi dan sosial warga negaranya.
“Lantas
bagaimana dengan Indonesia? Kita lihat saja dari dua sisi. Bagaimana generasi
muda dan anak-anak kita serta bagaimana mentalitas pejabat dan para pemegang
kekuasaan di negeri ini? Apakah terjadi kemerosotan moral? Jujur harus kita
jawab; iya terjadi. Apalagi jika kita lihat data dari Komisi Perlindungan Anak
Indonesia, tahun 2018, tercatat 504 anak di bawah umur yang terlibat perkara
pidana,” urainya.
LaNyalla juga
mengungkap sejumlah survei yang dilakukan KPAI. Dimana tercatat 62,7 % remaja
SMP sudah tidak perawan. 93,7 % pelajar SMP dan SMA pernah berciuman. Sementara
21,2 % remaja pernah melakukan aborsi. Dan 97 % remaja pernah menonton film
porno.
Karena itu,
tambahnya, selain pondok pesantren, IAIN sebagai lembaga pendidikan yang
mengajarkan pentingnya akhlak dan adab, memiliki peranan penting dalam
menentukan masa depan bangsa ini. Sehingga cita-cita para pendiri bangsa ini,
untuk menjadikan Indonesia sebagai welfare state, dapat terwujud dengan
sebenar-benarnya.
“Karena itu,
saya bersyukur mendapat kesempatan berbicara di forum lembaga pendidikan. Karena bagi saya, lembaga pendidikan salah
satu bagian penting dari penentu wajah generasi bangsa. Sekaligus wajah
Indonesia,” tutupnya.
Sementara itu,
Profesor Munardji dalam orasi ilmiahnya mengatakan era industri 4.0 yang
ditandai dengan kehidupan serba cepat dan distruptif, menyebabkan budaya
masyarakat cepat marah dan putus asa, akibat besarnya tekanan dan tuntutan.
Sehingga dibutuhkan pemimpin yang berjiwa progresif. Yang menjadikan umat
sebagai subjek yang harus dilayani.
Dalam
Disertasinya, Munardji membagi model kepemimpinan menjadi dua, pertama adalah
etik dan kedua kepemimpinan profetik. Kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan
yang membawa tiga misi suci, yaitu misi humanisasi, misi liberalisasi dan misi
transendensi. (Efrizal/Tim)