Diduga Palsukan Tanda Tangan, Pengacara Lamongan Dipolisikan


MenaraToday.Com - Lamongan :

Surabaya Berdasarkan Laporan Polisi bernomor LP-B/785/X/Res.1.9./2020/UM/SPLT Polda Jatim, Ngambri Sudipo, warga Perum Griya Agung Permata, Plaosan, Babat Lamongan melaporkan advokat Edi Yusuf SH, MH, Rabu (7/10/2020).

Edi merupakan kuasa hukum Ngambri pada perkara perdata yang sempat diproses melalui Pengadilan Negeri (PN) Lamongan pada sekira 2017 lalu.

Pengacara yang berkantor di Ruko LTC Kab Lamongan tersebut, dilaporkan atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana dimaksud dalam pasal 263 KUHPidana.

Saat dikonfirmasi, Ngambri merasa keberatan dengan upaya hukum yang dilakukan Edi Yusuf selaku kuasanya. “Bukan karena hasil putusannya, melainkan apa yang dilakukan terlapor tanpa koordinasi dengan saya selaku pemberi kuasa pada proses hukum di tingkat pertama,” ujarnya sesaat usai keluar dari SPKT Polda Jatim. 

Sedangkan, I Ketut Sudiharja, SH, MHI, selaku Penasehat Hukum pelapor, menduga ada kejanggalan dalam proses hukum waktu itu. 

I Ketut menerangkan, Ngambri hanya sekali tanda tangan kuasa saat proses hukum gugatan perdata berjalan di PN Lamongan, . Namun, belakangan diketahui ada surat kuasa ‘lain’ tanpa sepengetahuan dirinya pada berkas hingga tingkat Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) RI.

“Dalam surat kuasa tersebut tertera tanda tangan Ngambri yang menerangkan bahwa seakan-akan telah memberikan kuasa kepada terlapor guna menempuh proses hukum kasasi, padahal pelapor mengaku tidak pernah tanda tangan pada surat kuasa tersebut,” ujar I Ketut, Rabu (7/10/2020).

Tak hanya itu, tanda tangan Ngambri yang diduga dipalsu, juga tertera pada surat kuasa tertanggal 20 September 2019 pada berkas permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Edi Yusuf melalui Panitera PN Lamongan pada 26 September 2019. 

“Jadi kita menduga ada beberapa tanda tangan Ngambri yang diduga palsu dalam surat kuasa, kita serahkan ke pihak berwajib untuk menelusuri dugaan tersebut,” terang I Ketut. 

Ditambahkan Ngambri, dirinya sempat dimintai uang sebesar Rp 350 juta oleh Edi Yusuf dengan alasan untuk mengambil putusan di Jakarta. “Karena saya awam hukum, ya saya kasih saja. Awalnya terlapor meminta Rp500 juta, tapi saya jawab tidak punya uang sebanyak itu, dan akhirnya turun menjadi Rp 350 juta,” jelas Ngambri.

Terpisah, Edi Yusuf saat dikonfirmasi enggan membalas pesan konfirmasi yang wartawan kirimkan melalui aplikasi Whatsapp. Kendati pesan tersebut bercentang biru (notifikasi pesan sudah terbuka, red) namun Edi Yusuf lebih memilih diam.

Bahkan saat dihubungi melalui sambungan selulernya, Edi Yusuf beralasan sedang dalam perjalanan. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum ada telepon balik dari Edi Yusuf.

Sekedar diketahui, Ngambri sekitar 5 tahun lalu membeli 6 (enam) bidang tanah pekarangan di Perumahan Griya Agung Permata yang berlokasi di Desa Plaosan Kecamatan Babat Kabupaten Lamongan. Dia melakukan transaksi dengan Irfan Susanto (41) warga Ciro Kulon RT 015 RW 004 Desa Bakung Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo di hadapan Notaris.

Di antaranya, tercatat dalam Perjanjian Pengikat Jual Beli (PPJB) yang dikeluarkan notaris Tintoet Indah antara Irfan Susanto (41) warga Ciro Kulon RT 015 RW 004 Desa Bakung Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo dengan Ngambri Sudipo pada Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) nomor 1192, 1193, 1194, 1200, 1204, dan 1205, jika ditotal nilainya mencapai Rp 1 Miliar lebih. 

Sekitar tahun 2017, tiba-tiba pihak PT Karya Usaha Mandiri Pratama Lamongan melalui perwakilannya selaku Penggugat mengajukan gugatan dan dilayangkan ke Pengadilan Negeri Lamongan dengan perkara nomor : 5/Pdt.G/2017/PN.Lmg kepada Irfan Susanto selaku Tergugat dan Ngambri Sudipo selaku Turut Tergugat II (Red)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama