Webinar Ramadhan, Indramayu Kota Mangga Dan Tantangan Iklim

MenaraToday.Com - Indramayu : 

Indramayu Ramadan Fest 2023 yang digelar oleh Forum Indramayu studi telah menghadirkan berbagai kegiatan guna mengisi dan menyemarakkan bulan ramadan, salah satunya webinar membahas terkait dengan iklim yang digelar secara daring, 

Webinar tersebut diikuti oleh berbagai kalangan seperti mahasiswa, pelajar, guru serta masyarakat umum. Tak hanya itu, yang tak kalah menarik dari webinar tersebut adalah narasumber yang memberikan paparan yang merupakan putra daerah Indramayu yang telah berkiprah di tingkat nasional.

Budi Harsoyo, salah seorang peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang saat ini menjabat sebagai Koordinator Laboratorium Pengelolaan Teknologi Modifikasi Cuaca merupakan sebuah prestasi yang cukup membanggakan, yang mana unit kerja dibawah pimpinannya saat ini telah banyak berkiprah dalam upaya mitigasi bencana hidrometeorologis di Indonesia, seperti bencana kekeringan, banjir atau bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang rutin terjadi tiap tahun di wilayah Pulau Sumatera dan Kalimantan.

Dalam paparannya, Budi menerangkan, berdasar pada data BPS Kabupaten Indramayu tahun 2021, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Indramayu yang berasal dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan mencapai 21%.

Salah satu produk potensial pertanian selain padi yang diproduksi Kabupaten Indramayu diantaranya adalah mangga, bahkan mangga Indramayu telah populer di pasaran hingga Kabupaten Indramayu dijuluki sebagai kota mangga, karena Indramayu tercatat sebagai salah satu penghasil mangga terbesar di Indonesia.

“Indramayu memiliki sektor pertanian yang potensial, terutama padi dan mangga,” terangnya.

Namun demikian, adanya perubahan iklim yang akhir-akhir ini terjadi menjadi salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh petani, dimana dampak yang ditimbulkan dari adanya perubahan iklim seperti curah hujan tinggi, berkurangnya sumber air serta terjadinya bencana alam angin putting beliung memiliki pengaruh terhadap siklus hidup (Lifecycle) yang ada pada sektor pertanian.

Melihat fenomena tersebut, Budi menjelaskan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah membuat Sekolah Lapang Iklim (SLI) yang merupakan upaya literasi iklim untuk mendukung ketahanan pangan dalam rangka adaptasi perubahan iklim yang dilakukan BMKG dengan kolaborasi bersama Kementrian Pertanian, pemerintah daerah, dan organisasi kemasyarakatan lainnya. 

Adapun tujuan kegiatan adaptasi ini dilaksanakan, sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman petani dan petugas penyuluh pertanian terhadap data dan informasi iklim yang dapat langsung diaplikasikan pada aktivitas pertanian.

Selain dari SLI, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) juga menjadi salah satu upaya yang dilakukan oleh para peneliti guna memberikan dukungan kepada sektor pertanian di Indonesia dalam menjaga produktivitas pertanian dengan melakukan pengendalian air di atmosfer dengan memanfaatkan parameter cuaca untuk tujuan menambah dan mengurangi intensitas curah hujan pada daerah tertentu guna meminimalkan risiko bencana alam yang disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca.

“TMC di Indonesia yang bermula dari gagasan Presiden Soeharto, yang menginginkan dilaksanakannya kegiatan hujan buatan di Indonesia untuk memberikan dukungan kepada sektor pertanian di Indonesia. Beliau ingin mencontoh keberhasilan sektor pertanian di Thailand, salah satu negara tetangga Indonesia, yang melakukan aktivitas hujan buatan untuk mendukung kebutuhan air untuk sektor pertaniannya,” ujarny..

Lebih lanjut Budi memaparkan, sebenarnya sebagian masyarakat petani di Indramayu secara tidak langsung selama ini telah menerima manfaat hasil pelaksanaan modifikasi cuaca yang rutin diterapkan di DAS Citarum, Jawa Barat.

“Atas permintaan dari Pengelola Waduk, kami rutin melaksanakan operasi TMC di DAS Citarum setiap tahun untuk tujuan mengisi air 3 Waduk Kaskade Citarum, yaitu Waduk Saguling, Cirata, dan Jatiluhur. Tambahan air di ketiga waduk ini dimanfaatkan oleh PT Indonesia Power selaku Pengelola Waduk Saguling dan PT Pembangkitan Jawa-Bali selaku Pengelola Waduk Cirata untuk tujuan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Sementara oleh Perum Jasa Tirta II selaku Pengelola Waduk Jatiluhur, airnya selain untuk kebutuhan PLTA juga dimanfaatkan untuk kebutuhan air baku dan irigasi pertanian di daerah hilir, termasuk sebagian area pertanian di wilayah Indramayu,” papar Budi.

Sementara itu, Ketua Forum Indramayu Studi, Arif Rofiuddin berharap, melalui webinar ini diharapkan apat mengedukasi masyarakat luas terkhusus masyarakat Indramayu terkait potensi dan pengembangan mangga dalam sektor modifikasi cuaca untuk keperluan pengaturan air melalui cuaca sehingga meningkatkan produktivitas mangga.

“Semoga masyarakat lebih teredukasi dengan adanya webinar ini,” pungkasnya. (Jono)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama