MenaraToday.Com - Pandeglang :
Perbuatan oknum guru P3K bernama Ahri yang tega mencabuli anak yatim berinisial TW (12), warga Kecamatan Angsana, Kabupaten Pandeglang, Banten, dinyatakan telah berakhir damai,
Menyikapi hal ini Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Pandeglang, Banten menyatakan segera melakukan Investigasi Khusus (Itsus) terkait kasus tersebut.
Pernyataan damai (Islah) ini tercatat dalam surat yang telah ditandatangani oleh pelaku dan Ibu kandung korban.
"Dalam pernyataan surat damai menyatakan, saya M ibu kandung dari TW kami anggap dugaan pelecehan ini selesai dan damai, kami tidak akan menuntut dalam bentuk apapun," demikian kutipan salah satu bunyi kalimat yang tertulis dalam surat pernyataan damai, tertanggal 27 Desember 2024.
Tak hanya itu, bahkan M melakukan klarifikasi yang dimuat dalam rekaman video. Di pernyataan klarifikasinya, M, tampak didampingi oleh sejumlah masyarakat dan tokoh masyarakat setempat.
Pada rekaman, M, mengucapkan bahwa perbuatan oknum guru P3K yang ramai di pemberitaan tidaklah benar.
"Saya M Ibu kandung dari TW dengan ini mengklarifikasi adanya pemberitaan yang diberitakan oleh salah satu media online dan surat audiensi dari aliansi Mahasiswa kepada pihak kecamatan Angsana terkait adanya dugaan pelecehan yang dilakukan oleh saudara Ahri terhadap anak saya TW itu tidaklah benar," demikian kutipan pernyataan M, ibu kandung korban dalam rekaman video.
Terkait hal ini, Mujizatullah alias Gobang Pamungkas, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Pandeglang menyatakan sangat prihatin dengan adanya peristiwa yang terjadi.
"Jujur saya sangat prihatin, apalagi infonya sudah selesai dengan mediasi, ini jelas bertentangan dengan semangat UU Perlindungan Anak. Dalam UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) pasal 23 menegaskan tindak pidana kekerasan seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.
Kemudian Dalam pasal 76D UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, jo pasal 6 Ayat (1) jo pasal 7 UU Nomor 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual menegaskan persetubuhan terhadap anak atau pelecehan seksual secara fisik terhadap anak, bukanlah delik aduan, tetapi delik biasa," jelas Gobang.
Lanjut Gobang, berpedoman pada kedua UU Perlindungan Anak dan UU TPKS tersebut, polisi dapat memproses informasi adanya kasus kekerasan seksual terhadap anak, tanpa harus menunggu adanya laporan dari pelapor atau korban kepada Pihak yang berwajib.
"Upaya musyawarah (perdamaian) pada korban kekerasan seksual hanya akan menambah trauma pada korban yang dihadapkan dengan pelaku. Dan satu hal yang harus digaris bawahi bahwa upaya perdamaian tidak akan dapat menyembuhkan luka batin korban seumur hidup," kata Gobang.
Gobang menegaskan, pihaknya akan segera melakukan investigasi secara khusus guna mencari kebenaran atas kasus tersebut.
"Kami segera akan lakukan investigasi secara khusus (itsus) mengenai kebenaran kasus tersebut. Apalagi ini infonya pelaku adalah seorang yang berdinas di instansi pemerintah," ujarnya. (Ila)