MenaraToday.Com - Pandeglang :
Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) mendesak Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Pandeglang untuk bertindak tegas dan profesional dalam menyelesaikan konflik agraria yang telah lama membelit lahan masyarakat seluas 45 hektar yang diduga telah dijadikan bangunan perusahan PT. Global Agro Lestari (GAL), di Desa Banyu Asih, Kecamatan Cigeulis, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Hal itu terungkap dalam aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4). Rabu (30/4/2025), dihalaman kantor BPN, kawasan Perkantoran Cikupa, Pandeglang, Banten.
"Sekitar 40-45 hektar lahan masyarakat yang tumpang tindih dengan tidak jelasnya status tanah lahan masyarakat akibat adanya dugaan politik pelaku bisnis yang dilakukan oleh oknum yang tidak bertangungjawab saat adanya perencanaan akan dibangun perusahan pabrik pengelolaan minyak kelapa sawit yang dilakukan oleh PT. GAL, baik statusnya Hak Guna Bangunan (HGB) maupun Hak Guna Usaha (HGU) yang diduga tidak pernah dilakukan Akte Jual Beli (AJB) antara pemilik tanah dengan pihak perusahaan demi memperjelas sertifikat kepemilikan tanah yang dibuat oleh pihak Kementrian ATR/BPN Kabupaten," demikian dikatakan Nuryana alias Jarot, Kordinator Lapangan (Korlap) P-4.
Jarot menuturkan, Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) sebagai penyambung lidah rakyat menekan pentingnya sinergi antara Kementerian ATR/BPN dan DPRD/DPR RI untuk mengevaluasi tentang perizinan PT. GAL untuk memverifikasi legalitas status tanah yang diduga masih bersengketa secara hukum perdata yang bisa menjadi hukum pidana dengan adanya penyerobotan tanah milik warga, dengan dalih skema plasma (pola kemitraan antara perusahaan dan petani dalam bidang pertanian dan perkebunan.
"Akibat ketidak tegasan pemerintah hanya akan memperpanjang penderitaan rakyat, maka Kementrian ATR/BPN serta DPRD Kabupaten/Provinsi maupun DPR RI selaku wakil rakyat harus memastikan hak masyarakat agar tidak dirampas secara korporasi," ujar Arif.
Oleh karenanya, lanjut Jarot, Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) menuntut kepada pemerintah daerah kabupaten pandeglang serta provinsi banten maupun pusat untuk segera mengambil langkah konkrit dalam menyelesaikan konflik agraria yang telah berlarut-larut untuk adanya kepastian hukum hak kepemilikan tanah dengan adanya dugaan penyerobotan lahan tanah masyarakat oleh pihak PT. GAL.
"P-4 selaku parlemen jalanan tetap konsisten mengadvokasi keadilan sosial dan tata kelola lahan yang berpihak pada rakyat yang sudah dipolitisasi bisnis oleh oknum-oknum untuk dijadikan bangunan perusahan minyak kelapa sawit demi keuntungan sesaat yang mewarisi persengketaan tanah terhadap anak bangsa," jelasnya.
Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang, masih kata Jarot, menuntut pemerintah pusat juga daerah baik legislatif, eksekutif, dan yudikatif serta Kementrian ATR/BPN untuk bertindak tegas terhadap pelanggaran agraria, khususnya di kabupaten pandeglang demi melindungi hak masyarakat dengan adanya kepastian hukum atas kepemilikan atas tanah tersebut.
"Bahwa tanah yang ditempati perusahan PT. GAL seluas 40-45 hektar belum pernah adanya transaksi jual beli atas tanah yang melibatkan pihak notaris dengan adanya Akta Jual Beli (AJB) cuma sekedar uang kadeudeuh entah apa itu motif kronologisnya apakah uang pembebasan lahan demi memuluskan bisnis perusahan minyak kelapa sawit. Sebagaimana dengan adanya dugaan yang melawan hukum yang dilakukan oleh pihak PT," ungkapnya.
Penyerobotan tanah, sambung Jarot, yang diduga dilakukan oleh PT. GAL terhadap masyarakat adalah tidak pidana yang melanggar hak milik orang lain, dan dapat dikenakan sanksi pidana dan/atau perdata.
"Maka, kami dari Pergerakan Pemuda Peduli Pandeglang (P-4) menuntut kepada pihak-pihak terkait terutama ATR/BPN Kabupaten Pandeglang, DPMPTSP, dan DPRD Kabupaten Pandeglang agar bertindak tegas dan transparansi agar hak-hak atas tanah milik masyarakat jangan sampai dirampas oleh mafia-mafia yang tidak bertangungjawab yang merugikan dan menyengsarakan akibat oknum para pebisnis," ucapnya.
Aksi demo, lanjut Jarot, akhirnya mendapat respon dari Kepala BPN Pandeglang Arinaldi, S.SiT,.S.H., M.M. Dalam keterangannya, bahwa BPN sudah memanggil PT GAL dan kepala desa (Kades) Banyu Asih sebanyak 2 kali pemanggilan namun tidak hadir.
"Dengan alasan bahwa aksi demo itu hal biasa bagi PT GAL, nah...rencananya BPN Pandeglang akan kembali melakukan pemanggilan untuk yang ketiga kali, info terkini yang kami dapat bahwa PT GAL sudah memiliki sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan pada 2017, padahal masyarakat (pemilik lahan) tidak pernah menjual ke pihak perusahaan," pungkasnya (ILA).