MemaraToday.Com - Pandeglang :
Aksi penganiayaan terhadap salah seorang siswi SMAN 3 Pandeglang berbuntut pelaporan oleh orang tua korban ke Kepolisian. Menyikapi hal ini, pihak sekolah ungkap kronologi kejadian sebenarnya.
Sri Rahmawati, Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) bagian Kesiswaan menuturkan, awal kejadian berhasil terungkap oleh sesama siswa disekolah tersebut yang tergabung dalam agen perubahan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di SMAN 3 Pandeglang.
"Kejadian ini awalnya diketahui oleh para siswa kami yang kami bina melalui kegiatan TPPK yang dibentuk pada ramadhan kemarin, dimana ada anggota dari TPPK ini melihat kedua murid kami bertengkar kemudian direkam dan ditunjukan kepada kami para guru, dalam video itu terlihat pelaku ini nyentil-nyentil mulut korban dan juga bagian wajah korban namun dari hasil pengamatan kami disini tidak ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan seperti kemerahan atau lebam, dugaan kami pelaku melakukannya tidak pake tenaga," kata Sri Rahmawati kepada tim menaratoday.com. Kamis (17/4/2025).
Sri mengatakan, mengetahui hal tersebut pihak sekolah kemudian melakukan pemanggilan kepada kedua orang masing-masing siswa untuk menjelaskan perihal sikap keduanya.
"Nah, ketika kami kumpulkan semuanya pada Selasa 15 April 2025, terungkaplah jika siswi kami SS ini ternyata sudah lama diperlakukan kasar oleh si pelaku MGP, itu terlihat dari adanya sejumlah lebam di kaki korban," ujarnya.
Jadi intinya, lanjut Sri, luka lebam yang ada ditubuh korban itu bukan dilakukan saat mereka berada dilingkungan sekolah melainkan diluar sekolah.
"Kami klarifikasi bahwa luka lebam yang ada ditubuh SS ini bukan dilakukan saat mereka ada dikelas sekolah tapi diluar lingkungan, dan itu ada banyak saksinya yang mengetahui. Yang mengejutkan, ternyata siswi kami ini sudah 3 bulan mendapat perlakuan seperti itu dari pelaku," jelasnya.
Sri menyebut, korban dan pelaku merupakan siswa yang baik dan cukup aktif disekolah.
"Keduanya masuk ke sekolah ini lewat jalur prestasi, baik SS maupun MGP merupakan anak didik kami yang aktif di kegiatan sekolah dan berprestasi juga," terangnya.
Sri menambahkan, kedua anak didiknya tersebut diketahui memiliki hubungan dekat, namun sepertinya kedua orang mereka tidak mengetahuinya sehingga hanya dianggap sebagai teman biasa oleh orang tua masing-masing.
"Jadi keduanya ini ada hubungan spesial sebagai teman dekat, biasalah ya mungkin namanya juga pacaran kadang cek cok, hanya saja kami juga selaku pihak guru terkejut juga ketika mengetahui fakta ternyata korban sudah lama diperlakukan seperti itu dan gak berani speak up," ungkapnya.
Akibat adanya insiden ini, sambung Sri, pihak orang tua pelaku menyatakan anaknya keluar dari sekolah ini, sementara korban untuk sementara diserahkan ke orang tuanya.
"Orang tua pelaku menarik anaknya keluar dari sekolah ini, hal itu dinyatakan dalam surat pernyataan yang dibuat sendiri tanpa paksaan, sementara korban kami serahkan ke orang tuanya untuk beberapa hari ini hingga korban merasa tenang dan siap untuk kembali bersekolah. Perlu diketahui, SS ini tinggal di Labuan sendiri dia bersekolah sambil mondok di Caringin, saat ini SS ada dirumahnya bersama orang tuanya," tandasnya.
Terkait adanya aksi pelaporan ke pihak polisi oleh orang tua korban, Sri meminta agar difikirkan dan dipertimbangkan ulang mengingat baik korban maupun pelaku masih anak-anak dan masa depan yang panjang.
"Kami selaku guru faham perasaan orang tua korban karena SS ini kan anak tunggal begitupun juga dengan MGP..sama-sama anak tunggal mereka ini, makanya kami berharap orang tua korban agar mencabut laporannya karena kasian pelaku ini masih anak-anak masih bisa didik lah, dan masih panjang juga perjalanannya baru kelas 1 kan mereka ini dua-duanya, jadi mohon dipertimbangkan matang-matang," pungkasnya.
Sebelumnya diberitakan, SS, salah satu siswi kelas X di SMAN 3 Pandeglang menjadi korban penganiayaan oleh temannya yang juga bersekolah ditempat yang sama secara berkali-kal hingga babak belur. Tak terima anaknya menjadi korban orang tua SS melaporkan kejadian yang menimpa anaknya tersebut ke Polisi.
Jarian, orang tua SS, mengatakan, dirinya mengetahui perihal kejadian yang menimpa anaknya tersebut berawal dari adanya panggilan oleh pihak sekolah pada Selasa 15 April 2024.
"Pada 15 April kemarin saya ditelfon untuk datang ke sekolah, begitu tiba disalah satu ruangan sudah ada anak saya dan 1 orang siswa," kata Jarian. Rabu (15/4/2025).
Lanjut Jarian, dirinya mendapat informasi bahwa anaknya mengalami tindak kekerasan yang diduga dilakukan oleh salah satu teman sekolah.
"Sepele masalahnya mah, cuman gara-gara anak saya tidak membalas sapaan terduga pelaku saat senam disekolah, sehingga mungkin si pelaku ini kesal, kemudian anak saya dipanggil sama pelaku ini ke kelas dan didalam kelas ini anak saya di aniaya oleh pelaku dengan cara disentil-sentil mulutnya bahkan sampe ditampar segala," ujarnya. (ILA)