Janda TNI Hidup Sebatangkara Di Gubuk Kardus Di Pinggir Jalan

MenaraToday.Com - Pandeglang : 

 Di usia senjanya, Nurjanah (75) atau akrab disapa Mak Nur, harus menjalani hidup sebatangkara di sebuah gubuk sempit berukuran hanya 1x1 meter. Gubuk sederhana dari plastik bekas dan kardus itu berdiri di atas lahan negara, tepat di pinggir jalan raya Labuan–Carita, Kabupaten Pandeglang.

Tubuh renta dan bungkuk membuat Mak Nur sulit berjalan jauh. Untuk makan, ia hanya mengandalkan belas kasihan orang yang lewat. Meski begitu, ia tak pernah meminta-minta.

“Kalau malam turun hujan, terpaksa jalan meskipun sudah tidak kuat. Badan saya lelah,” tutur Mak Nur lirih.

Mak Nur merupakan perempuan asal Ciamis, Jawa Barat. Ia adalah janda seorang anggota TNI yang meninggal saat bertugas akibat terjatuh dari bukit. Dari pernikahan itu, ia memiliki seorang anak perempuan yang kabarnya menjadi dokter di Yogyakarta. Namun, sejak lama ia tak lagi mengetahui kabar sang anak.

Di masa lalu, Mak Nur dikenal pandai memasak. Ia pernah membuka warung makan di jalur wisata Labuan–Carita, bahkan kerap dipercaya menjadi juru masak rombongan peziarah ke Taman Nasional Ujung Kulon. Namun nasib berkata lain. Ia kehilangan tempat tinggal setelah diusir dari rumah tumpangan.

“Baju-baju saya dilempar begitu saja. Celaka dia,” kenang Mak Nur dengan mata berkaca-kaca. 

Kondisi getir Mak Nur kontras dengan gaya hidup sebagian pejabat negeri yang bergelimang harta. Hal ini diungkapkan Basit Djoma, pemerhati lingkungan yang selama ini memperhatikan kehidupan Mak Nur.

“Kalau orang-orang seperti Mak Nur dibiarkan, jangan-jangan negeri ini kehilangan berkah,” ujarnya.

Basit menuturkan, sebelumnya Mak Nur masih sehat dan aktif berjualan nasi di kontrakan kecil. Pandemi Covid-19 dan bencana tsunami membuat kehidupannya makin terpuruk.

“Kesehatan mentalnya normal, tapi wajar kalau merasa marah dan kesal dengan nasib. Yang terpenting adalah pelayanan dasar psikologi agar dia merasa diperhatikan,” tambah Basit.

Ia mengaku berencana membawa Mak Nur ke panti jompo jika sang nenek bersedia.

"Mak Nur ini pertama menikah dengan TNI dan kedua dengan Guru, dan rencananya kami akan membawa Mak Nur ke Panti Jompo jika memang dia mau," tuturnya. 

Sementara itu, Kepala Desa Teluk, Sophian Hadi, mengakui bahwa sejak dulu Mak Nur tidak memiliki rumah tetap. Ia hanya berpindah-pindah kontrakan.

“Mak Nur dari dulu nggak punya rumah, cuma ngontrak-ngontrak saja. Pernah juga buka jualan makanan, kerja di kantor, sampai di hotel Caringin,” kata Sophian.

Namun, menurutnya ada kejanggalan terkait status kependudukan Mak Nur.

“Aneh juga, dia punya KTP karet. Dia pindah-pindah saja itu, dan Mak Nur ini udah 3x itu...pernah diem disaung bentengan.. kita malem2 jemput,” jelasnya.

Pihak desa, lanjut Sophian, sudah berupaya memberi solusi dengan mengarahkan Mak Nur ke hunian sementara (huntara). Tetapi, ia menolak.

“Kami bukan tidak melakukan upaya apa-apa, sudah berkali-kali diusahakan, diajak, dibujuk, tapi nggak mau. Jadi kami tidak bisa memaksa,” ungkapnya.

Sophian menambahkan, komunikasi dengan Mak Nur kadang tidak berjalan lancar.

“Kadang agak nggak nyambung ngobrolnya, jadi mungkin semaunya Bu Nur saja,” pungkasnya. (ILA)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama