MenaraToday.Com - Pandeglang :
Di tengah hamparan lahan seluas satu hektare di Kampung Tembol, Desa Tembong, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, ribuan tanaman cabai orens yang oleh warga kerap disebut cabai setan atau cabe jablay tampak tumbuh berbaris rapi. Daun-daunnya yang hijau muda dan batang yang mulai menguat menjadi pertanda bahwa budidaya skala besar yang digagas Badan Usaha Milik Desa (BuMDes) Kesejahteraan Mandiri mulai menunjukkan hasil.
Namun, perjalanan menuju keberhasilan itu tidak sepenuhnya mulus. Dari total 16.000 bibit yang ditanam pada September 2025 lalu, hanya sekitar 12.000 bibit yang berhasil tumbuh. Sebanyak 4.000 bibit lain mengalami kerontokan akibat cuaca ekstrem yang berganti cepat, dari hujan deras ke panas terik dalam hitungan hari.
Program budi daya cabai setan ini digulirkan melalui Dana Desa (DD) tahun anggaran 2025 senilai Rp150 juta. Dana tersebut menjadi tonggak awal bagi BuMDes Kesejahteraan Mandiri untuk merintis usaha pertanian hortikultura dalam skala besar.
“Dana desa yang kami alokasikan untuk program ini sekitar 20 persen. Biayanya bukan hanya untuk benih, tapi juga penyewaan lahan, pupuk, obat-obatan, hingga upah tenaga kerja dan pembangunan saung,” ungkap Direktur BuMDes Kesejahteraan Mandiri, Maesaroh, saat ditemui menaratoday.com. Minggu (16/11/2025).
Ia menceritakan, proses persiapan lahan dimulai sejak awal September. Warga gotong royong melakukan penggalian, pencangkulan, pembersihan, hingga penyemaian ribuan benih cabai.
Pemilihan cabai setan sebagai komoditas utama bukan tanpa alasan. Di balik rasanya yang super pedas, cabai ini tengah menjadi primadona di pasaran. Harganya dapat menembus Rp160 ribu per kilogram, karena permintaan yang terus meningkat dari pedagang seblak, rumah makan ikan bakar, hingga warung bakso dan menu pedas ekstrem yang kini banyak digemari masyarakat urban.
“Pasarnya Insya Allah aman. Sekarang saja sudah banyak yang siap menampung hasil panen kami. Cabai setan ini banyak dicari, jadi kami optimis hasil panennya bisa terserap semua,” kata Maesaroh penuh keyakinan.
Namun, di balik potensi keuntungan tersebut terselip kekhawatiran. Cuaca yang tidak menentu dalam dua bulan terakhir membuat ribuan bibit tidak mampu bertahan.
“Dari 16.000 bibit yang ditanam, hanya 12.000 yang bertahan tumbuh. Sekitar 4.000 bibit rontok karena berbagai hal, salah satunya perubahan cuaca yang cukup ekstrem,” ujarnya.
Meski begitu, Maesaroh tetap menjaga optimisme. Baginya, keberhasilan ribuan bibit yang kini tengah tumbuh adalah modal awal yang sangat berarti.
“Yang penting berhasil dulu. Kalau sesuai perhitungan kami awal ramadhan tahun depan panen pertama. Kami mohon doa agar panennya melimpah, meski cuaca sekarang lagi tidak stabil,” tuturnya dengan nada penuh harap.
Program ini bukan sekadar usaha budi daya cabai, tetapi juga upaya meningkatkan kesejahteraan warga Desa Tembong melalui penguatan BuMDes. Jika panen berhasil dan pasar terserap dengan baik, bukan tidak mungkin program ini akan menjadi model pemberdayaan ekonomi desa yang bisa dikembangkan lebih luas.
Untuk saat ini, warga Desa Tembong terus merawat ribuan tanaman cabai setan itu dengan harapan besar. Di tanah satu hektare itu, tumbuh bukan hanya tanaman cabai, tetapi juga harapan masyarakat desa untuk masa depan yang lebih sejahtera. (ILA)
