aMenaraToday.Com - Pandeglang :
Deretan warga berkumpul di tepian Kampung Babakan Sabrang, Desa Cibaliung, Kecamatan Cibaliung, Sabtu (22/11), ketika sebuah prosesi sederhana namun sarat makna digelar, penanaman pohon kawao. Kegiatan ini menjadi salah satu rangkaian utama Festival Aren Musang, sebuah perayaan ekologis dan budaya yang diinisiasi untuk menghidupkan kembali kearifan lokal masyarakat setempat.
Pohon kawao, yang bagi sebagian orang mungkin terdengar asing, justru menjadi kunci penting dalam produksi gula aren, komoditas unggulan Desa Cibaliung.
Daunnya dimanfaatkan sebagai pengawet alami untuk mencegah fermentasi berlebih pada nira, sehingga kualitas gula aren tetap terjaga tanpa bahan kimia tambahan. Di tengah modernisasi dan perubahan pola hidup, keberadaan tanaman ini mulai berkurang dan dikhawatirkan menghilang jika tidak dirawat bersama.
Bupati Pandeglang, Hj. Raden Dewi Setiani, yang turut hadir dalam kegiatan tersebut, menegaskan bahwa penanaman pohon bukan hanya simbol seremonial, tetapi langkah nyata menjaga keberlanjutan lingkungan.
“Pohon kawao adalah tanaman yang dapat digunakan secara alami untuk menjaga gula aren tetap awet. Karena itu, keberadaannya harus dilestarikan,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa Desa Cibaliung adalah desa budaya dengan tradisi panjang dalam pengolahan gula aren.
“Pohon kawao, gula aren, dan musang sangat erat kaitannya. Oleh karenanya kita harus menjaga kelestariannya,” tambahnya.
Dalam Festival Aren Musang tahun ini, hubungan ekologis antara manusia, pohon aren, kawao, dan musang kembali diperbincangkan.
Rizal Mahfud, Pendamping Kebudayaan Desa Cibaliung sekaligus inisiator festival, menyampaikan bahwa kegiatan ini adalah upaya mengembalikan nilai ekologis dan kultural yang mulai tergerus.
“Festival ini menegaskan bahwa kebudayaan tidak hanya dijaga melalui ingatan, tetapi juga melalui praktik hidup yang terus bergerak bersama alam,” ucapnya.
Rizal menjelaskan bahwa dalam ekosistem lokal, musang memiliki peran penting terhadap regenerasi pohon aren. Binatang yang kerap dianggap pengganggu itu sebenarnya berperan sebagai penyebar biji, ia memilih buah terbaik dari pohon aren, memakannya, lalu menanam kembali biji tersebut melalui proses alami.
“Musang berperan sebagai penjaga keseimbangan alam. Ia memastikan regenerasi pohon aren terus berlangsung,” tandasnya.
Prosesi penanaman kawao di Festival Aren Musang bukan hanya aktivitas fisik, tetapi juga pengingat bahwa kelestarian lingkungan tak dapat dilepaskan dari tradisi. Di tengah geliat perubahan zaman, masyarakat Cibaliung memilih meneguhkan kembali hubungan alam dan budaya, sebuah langkah kecil yang diyakini membawa dampak besar bagi masa depan ekosistem dan kehidupan mereka. (ILA)
